Kamis, 25 September 2014

Membangun Sistem Pendidikan yang Ideal

Hiruk pikuk dunia pendidikan di Indonesia pada bulan ini terlihat dalam rangkaian perayaan Hari Guru Nasiona yang senantiasa di peringati pada setiap tanggal 25 November, ini terlihat dari berbagai macam acara untuk memperingatinya. Pada tahun ini, tema sentral yang diambil dalam perayaan ini adalah “Memacu Peran Strategis Guru dalam Mewujudkan Guru yang Profesional, Bermartabat, dan Sejahtera” dan Subtema adalah “Meningkatkan Profesionalisme, Kesejahteraan, dan Perlindungan Guru melalui Organisasi Profesi Guru yang Kuat dan Bermartabat”.
Kalimat-kalimat di atas adalah jargon tentang usaha bagaimana menjadikan guru mempunyai peran yang penting dalam mencerdaskan generasi berikutnya dengan jalan menjadikan guru sebagai sebuah profesi yang bermartabat dan menyejahterakan. Jargon ini yang senantiasa disampaikan kepada guru yang merupakan pendidik-pendidik dari generasi-generasi muda berikutnya.
Memang ada beberapa hal terkait dengan persoalan guru atau pendidikan secara umum. Guru seakan-akan merupakan penanggungjawab utama baik buruknya generasi muda. Hal ini  dilakukan dengan memberikan iming-iming kata-kata kesejahteraan yang bahkan bagi beberapa guru hal tersebut tidak pernah mereka rasakan. Jangankan merasakan, karena hal tersebut merupakan angan-angan yang jauh dari kenyataan. Di sisi lain, dengan kampanye peran guru berbanding lurus dengan kesejahteraan maka, banyak pula guru-guru yang kadang orientasi utamanya bukan dalam rangka mendidik akan tetapi dalam rangka menetapi kebutuhan dia dalam mendapatkan kesejahteraan.
Belum lagi kalau kita melihat output dari pendidikan saat ini yang sangat jauh dari harapan untuk menjadi manusia-manusia berkualitas. Karena terbukti sekarang banyak sekali orang pintar, pandai akan tetapi kepribadiannya cacat karena dia seorang koruptor, mafia hukum. Tentunya dalam peringatan hari guru ini kitapun bertannya, bagaimana sebenarnya peran guru dalam membentuk generasi muda yang berkepribadian yang benar? Salahkah sistem pendidikan kita? Sehingga Output pendidikan sangat jauh dari harapan???
Potret Guru dan Pendidikan di Indonesia
Dunia Guru dan Pendidikan di Indonesia selalu menjadi sorotan masyarakat terutama berkaitan dengan sistem penyelenggaraan pendidikan nasional. Berulangnya hari pendidikan nasional maupun hari guru nasional rupanya tidak merubah kondisi dunia pendidikan di Indonesia. Slogan-slogan yang dimunculkan dalam peringatan-peringatan tersebut hanyalah sebuah kata-kata manis yang berupa khayalan belaka yang tidak pernah dapat diwujudkan.
Pelayanan pendidikan nasional belum menjangkau seluruh masyarakat khususnya masyarakat miskin, di mana sebagai contoh program yang digembar-gemborkan bahwa pendidikan gratis dengan adanya BOS dan BOP juga tidak bisa dirasakan oleh semua masyarakat. Sebagai contoh kasus yang terjadi di Jakarta, sebanyak 117 siswa TKBM mengaku tidak merasakan bantuan dana dari pemerintah ini yang seharusnya menjadi hak mereka (Pos Kota: 2 Maret 2010). Fakta ini merupakan 1 contoh dari sekian banyak kasus penyelewengan penggunaan dana BOS dalam kegiatan pendidikan di negeri ini. Hal inipun tentunya memperkuat anggapan bahwa negara belum bisa memenuhi kebutuhan pendidikan kepada seluruh warga negara walaupun konstitusi sudah mengamanatkan bahwa setiap warga negara berhak untuk mendapat pendidikan dari negara. Begitu juga dengan kondisi guru yang di beberapa tempat sangat memprihatinkan, hal ini tentunya sangat berbeda sekali dengan kondisi guru pada masa kejayaan islam, dimana guru sangat dihargai jasa-jasanya baik itu pengajar umum atau pengajar agama.
Adapun terkait dengan kualitas pendidikan, sesungguhnya kualitas pendidikan sangat ditentukan pada manajemen penyelenggaraan pendidikan. Pendidikan pada jaman kolonial hanya diberikan kepada para penguasa serta kaum feodal saja, sementara itu pendidikan rakyat hanya sampai di sekolah-sekolah kelas 2 atau ongko loro. Standar yang dipakai untuk mengukur kualitas pendidikan rakyat pada waktu itu diragukan, karena sebagian besar rakyat tidak memperoleh pendidikan secara layak. Kondisi seperti ini berkembang hingga masa orde lama, pendidikan dimasuki oleh politik praktis atau mulai dijadikan kendaraan politik sebagai alat untuk mempertahankan kekuasaan Orde Lama.
Sedangkan pada masa Reformasi, bidang pendidikan bukan lagi tanggung jawab pemerintah pusat tetapi diserahkan kepada pemerintah daerah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, hanya beberapa fungsi saja yang tetap berada di tangan pemerintah pusat. Perubahan dari sistem sentralisasi ke desentralisasi telah membawa konsekuensi-konsekuensi yang jauh di dalam penyelenggaraan pendidikan nasional.
Pergantian rezim ternyata tidak membuahkan hasil yang signifikan terhadap kualitas pendidikan di Indonesia,  justru pendidikan nasional semakin kehilangan arah tujuan yang hendak dicapai. Salah satu produk yang membuat kualitas pendidikan buruk adalah penetapan bahwa badan pendidikan bukan merupakan badan publik yang mestinya dapat diakses oleh semua orang, akan tetapi malah menjadi badan hukum profit yang memprioritaskan pada keuntungan. Juga berkaitan dengan adanya sistem seleksi dalam setiap jenjang pendidikan yang menjadi jalan bagi pemerintah secara legal membatasi masyarakat untuk mendapatkan haknya dalam bidang pendidikan.
Buah Hasil Bobroknya Gaya Pendidikan Kapitalisme
Dipungkiri atau tidak, bahwa paradigma pendidikan yang saaat ini berjalan adalah paradigma kapitalisme. Karena disadari atau tidak bahwa orientasi pendidikan di negeri ini sedikit banyak untuk mencari keuntungan, hal ini bisa kita lihat dalam beberapa kebijakan pemerintah yang justru mengarah pada swastanisasi pendidikan seperti munculnya UU BHP yang secara jelas mendukung pada arah komersialisasi pendidikan sebagaimana yang dikehendaki kapitalisme.
Gaya Pendidikan Kapitalisme lainnya yang diikuti oleh negeri ini dalam dunia pendidikan adalah dengan pengiriman mahasiswa-mahasiswa ke luar negeri untuk melanjutkan studi di negeri-negeri Barat. Secara kasat mata memang tidak ada yang salah kalau menuntut ilmu sampai pada negara-negara Barat. Yang menjadi pertanyaan adalah mahasiswa-mahasiswa negeri ini dikirim untuk mempelajari dan memahami peradaban-peradaban barat. Tujuannya adalah supaya hegemoni peradaban barat senantiasa dihembuskan kepada para mahasiswa yang belajar tentang peradaban-peradaban barat yang selanjutnya akan menjadi da’i dari peradaban barat di negerinya sendiri. Kalau memang mau konsisten ingin meningkatkan science maka seharusnya mahasiswa dikirim ke barat dalam rangka untuk mempelajari science dan teknologi. Hal ini tentunya akan menjadikan negeri-negeri berkembang akan menjadi segeri yang semakin maju science dan teknologinya.
Hal ini menunjukkan bahwa gaya pendidikan kapitalisme mengarahkan kepada negeri untuk menjadi pembebek ideologi kapitalisme, menjadi penyambung lidah peradaban kapitalisme untuk menancapkan hegemoni pemikiran dan peradabannya di dunia termasuk bagi kaum muslimin.
Penerapan gaya pendidikan kapitalisme ini akhirnya menghasilkan output-output pendidikan sebagai pengikut atau pendukung kapitalisme/liberalisme. Banyak contoh menunjukkan bagaimana pendidikan saat ini tidak mampu untuk mengatasi pembangunan akhlak dan kepribadian pemuda-pemudi di Indonesia. Dimana-mana banyak aborsi, tawuran, free sex, drugs, dan sebagainya. Kita lihat pula berapa banyak orang-orang pintar dan pandai akan tetapi dia menjadi pencuri berdasi alias koruptor. Hal ini tentunya menunjukkan bagaimana bobroknya sistem pendidikan saat ini yang seharusnya menjadi catatan kita bersama.
Membangun Sistem Pendidikan yang Ideal
Fakta-fakta kebobrokan dalam sistem penyelenggaraan pendidikan saat ini membuat kita perlu bertanya, apakah sistem penyelenggaraan pendidikan yang berorientasi pada masyarakat bisa diwujudkan? Jawabnya tentu bisa, asalkan dengan ketentuan dan aturan yang benar bukan aturan dan ketentuan yang dibuat-buat berdasarkan kepentingan.
Sistem penyelenggaraan pendidikan secara garis besar hanya meliputi dua hal, yaitu berkaitan dengan sistem pengelolaan administrasi pemenuhan pendidikan dan substansi kurikulum pendidikan. Dua hal inilah yang menjadi persoalan utama dalam membangun dunia pendidikan saat ini.
Pertama, membangun sistem pengelolaan administrasi dan penegakan dalam pemenuhan hak pendidikan. Hal ini berkaitan dengan tanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan pendidikan bagi masyarakat. Pendidikan merupakan hak bagi masyarakat, dengan arti bahwa masyarakat berhak untuk menanyakan dan menuntut hak yang seharusnya diperoleh dalam dunia pendidikan. Sedangkan kewajiban negara untuk memenuhinya adalah usaha negara dalam mewujudkan dan melaksanakan kewajiban terhadap pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat yang salah satunya adalah kebutuhan pendidikan. Hal ini sebagaimana sabda oleh Rasulullah saw. :
“Setiap imam adalah pemelihara dan pengatur urusan rakyatnya, maka ia akan diminta pertanggung jawaban terhadap tanggungannya.”
Berkaitan dengan hal ini, keberadaan negara dan jajarannya untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat  dalam memenuhi kebutuhan pendidikan. Pemenuhan kebutuhan pokok oleh negara ini adalah merupakan pelaksanaan dari hukum syara’, yang harus disertai dengan metode pelaksanaan dan metode penegakannya. Ketika syara’ sudah menetapkan bahwa pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat wajib bagi negara, maka negara harus sudah memikirkan bagaimana pemenuhan kebutuhan itu berkaitan dengan anggaran, sarana prasarana dengan sumber-sumber yang jelas, bukan hanya sekedar manis dalam aturan saja. Misalkan di dalam sistem Islam, anggaran pendidikan merupakan kebutuhan masyarakat umum maka pos anggaran yang dialokasikan adalah dari harta kepemilikan umum yang peruntukannya memang untuk kepentingan umum termasuk di dalamnya untuk pemenuhan pendidikan. Demikian pula dalam metode penegakkannya, jika melihat aparatur negara/pemimpin suatu daerah tidak memenuhi kebutuhan pokok masyarakat, walaupun hanya satu orang, maka pemimpin di daerah tersebut harus dimintai pertanggung jawaban atas apa yang sudah diperbuat dan dapat diajukan ke pengadilan.
Kedua, substansi kurikulum pendidikan. Substansi kurikulum pendidikan pada dasarnya bertujuan untuk membentuk kepribadian yang benar bagi anak didik dan membangun keahlian/ketrampilan yang dapat digunakan dalam menjalani kehidupannya kelak. Dua tujuan inilah yang harus menjadi simpul dalam kurikulum sebuah sistem pendidikan. Membentuk kepribadian Islam ini berkaitan dengan penguatan akidah Islam dan kebiasaan untuk terikat dengan hukum syara’, ini bertujuan untuk membuat anak didik memiliki ketaqwaan kepada Allah swt. yang menjadi perisai dalam menjalani kehidupan di dunia dan bekal di akhirat. Sedangkan keahlian dan ketrampilan merupakan kebutuhan untuk memberikan bekal skill bagi anak didik agar dapat mendukung kemandirian dalam menjalani kehidupan di dunia.
Beberapa hal inilah yang seharusnya diperhatikan oleh negara berkaitan dengan penyelenggaraan pendidikan. Dunia pendidikan jangan sampai dijadikan sebagai kelinci percobaan dalam setiap kebijakan-kebijakannya, karena rakyatlah yang pasti akan menderita. Membangun sistem penyelenggaraan pendidikan yang baik dan benar hanya dapat diwujudkan dengan sistem yang telah teruji, terbukti dan hanya berpihak kepada kepentingan rakyat, yaitu dengan sistem Islam bukan yang lain.Waallahu a’lamu bishawab.
http://politikislam123.wordpress.com/2010/11/26/membangun-sistem-pendidikan-yang-ideal/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silakan posting komentar Anda, insya Allah berguna...