Rabu, 29 Januari 2014

Kurikulum Baru Mulai Diberlakukan Tahun 2014

Metrotvnews.com, Jakarta: Mulai tahun ajaran baru Juli mendatang, seluruh sekolah di Indonesia yang total berjumlah sekitar 280 ribu akan menerapkan Kurikulum 2013. Semua kelas akan menerapkan kurikulum tersebut kecuali kelas III, VI, IX, dan XII.

“Kurikulum 2013 dilaksanakan 100% sekolah pada tahun pelajaran 2014, yakni SD kelas I, II, IV, V dan SMP kelas VII dan VIII, serta SMA dan SMK kelas X dan XI,” ungkap Kepala Unit Implementasi Kurikulum Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Tjipto Sumadi, Minggu (5/1).

Untuk mendukung rencana tersebut, lanjut Tjipto, Kemendikbud akan melatih guru. Saat ini, materi pelatihan itu sedang disiapkan. 

“Guru SD-SMA yang akan dilatih sekitar 1,3 juta orang,” ujar Tjipto. 

Pelatihan guru itu akan digelar Maret-Juli 2014 dengan melibatkan narasumber nasional (NS) yang terdiri dari 1.557 guru serta 912 kepala sekolah dan pengawas sekolah.

Narasumber nasional itu akan melatih instruktur nasional (IN) yang terdiri 33.106 guru, 11.234 kepala sekolah, dan 2.306 pengawas sekolah.

Selanjutnya IN akan melatih guru sasaran sebanyak 1,1 juta guru termasuk kepala sekolah dan pengawas sekolah.

Dijelaskan Tjipto, peserta terbaik pelatihan itu akan menjadi guru pendamping.

Fungsi guru pendamping ialah membantu guru sasaran dalam mengimplementasikan kurikulum 2013 di kelas. 

“Guru pendamping akan ditentukan setelah pelatihan, tetapi proyeksi jumlahnya sudah disiapkan oleh direktorat terkait.” 

Sebelumnya Sekretaris Balitbang Kemendikbud Dadang Sudiyarto mengungkapkan Kemendikbud menyiapkan anggaran untuk naskah buku, penggandaan, dan distribusi buku semester satu melalui dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS).

Selain itu, anggaran untuk pelatihan guru, penyiapan materi dan bim bingan teknis pendampingan, serta monitoring dan evaluasi juga sudah disiapkan.

Menurut Dadang, pendanaan juga melibatkan pemerintah daerah (pemda). 

Pemerintah provinsi dan kabupaten/kota juga bersama-sama menyiapkan dukungan anggaran untuk penggandaan dan distribusi buku semester dua, pelatihan guru, pendampingan, serta monitoring dan evaluasi pelaksanaan Kurikulum 2013 di tingkat sekolah. (Syarief Oebadillah)

Selasa, 21 Januari 2014

Kurikulum 2013 Tingkatkan Efektifitas Pembelajaran

Dalam Kurikulum 2013, beban guru untuk menyusun silabus akan hilang. Sebabnya, silabus merupakan bagian tak terpisahkan dari dokumen Kurikulum 2013. Pada gilirannya, hilangnya kewajiban menyusun silabus ini akan mengurangi beban administratif para guru.

"Dengan demikian, para guru akan lebih berkonsentrasi pada proses pembelajaran," kata Mendikbud M. Nuh ketika menyampaikan materi Kurikulum 2013, di Universitas Islam Malang (Unisma), Sabtu, 16 Februari 2013.

Mantan Rektor ITS ini mengungkapkan siapapun yang pernah mengajar baik guru maupun dosen tentu sudah mengalami bahwa bukan hal yang mudah menyusun silabus. Penyusunan silabus itu rumit dan penuh konsekuensi. Disamping menuliskannya, mencari buku-bukunya, mempraktekannya hingga mengevaluasinya. Pernyataan ini langsung dibenarkan oleh ratusan peserta sosialisasi dari kalangan guru Lembaga Maarif NU tersebut.

Apalagi dalam Kurikulum 2013, buku-buku untuk pegangan guru maupun untuk peserta didik juga akan disediakan Kemdikbud. "Kedepan para guru tak perlu repot-repot mencari buku. Hanya tinggal mengajar saja. Karena itulah Kurikulum 2013 akan meningkatkan efektivitas pembelajaran," paparnya.

Kepemimpinan Kepala Sekolah di Era Desentralisasi

Dewasa ini terjadi perubahan dalam sistem pengelolaan sekolah, termasuk sekolah dasar. Sejak diberlakukannya otonomi daerah, terjadi desentralisasi pendidikan, yaitu adanya pelimpahan sebagian kewenangan pemerintah pusat ke daerah, termasuk kewenangan dalam pengelolaan pendidikan. Salah satu pendekatan pengelolaan pendidikan yang diterapkan adalah pendekatan pengelolaan pendidikan berdasarkan sekolah, yang dikenal dengan istilah school based management atau manajemen berbasis sekolah.
Manajemen berbasis sekolah merupakan salah satu pendekatan yang digunakan dalam manajemen sekolah. Manajemen berbasis sekolah merupakan terjemahan dari istilah school based management, yang pada dasarnya merupakan pemberian kesempatan yang lebih luas kepada sekolah dalam pengelolaan sekolah. Sekolah diberikan kewenangan yang lebih besar untuk mengelola sekolah secara mandiri sesuai dengan kondisi sekolah. Kegiatan pengelolaan pendidikan, mulai dari perencanaan, pelaksanaan sampai dengan evaluasi banyak ditentukan oleh sekolah. Dengan demikian diharapkan sekolah bisa mampu mengembangkan diri sesuai dengan potensi yang dimiliki sekolah dan tuntutan lingkungan masyarakat.
Berdasarkan pedoman pengelolaan sekolah yang diterbitkan Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah (2002), manajemen berbasis sekolah diartikan sebagai bentuk alternatif pengelolaan sekolah dalam rangka desentralisasi pendidikan, yang ditandai dengan adanya kewenangan pengambilan keputusan yang lebih luas di tingkat sekolah, partisipasi masyarakat yang relatif tinggi, dalam kerangka kebijakan pendidikan nasional. Keleluasaan pengambilan keputusan di tingkat sekolah dimaksudkan agar sekolah dapat mengoptimalkan pengelolaan sumber daya dengan mengalokasikan sesuai dengan prioritas program serta lebih tanggap terhadap kebutuhan masyarakat setempat yang ditunjang dengan sistem pengelolaan yang baik.
Di beberapa negara, manajemen berbasis sekolah (school based management)dikemukakan dengan beberapa istilah, antara lain site based management, delegated management, community based management, school otonomy atau local management of school. Meskipun sebutannya berbeda, tetapi sasarannya sama, yaitu memberikan keleluasaan kepada sekolah untuk mengelola sekolah secara mandiri. Pada prinsipnya, sekolah memperoleh kewenangan (authority), kewajiban (responsibility) dan tanggung jawab (accountability) dalam pengelolaan sekolah. Melalui manajemen berbasis sekolah tersebut diharapkan bisa memberikan layanan pendidikan yang menyeluruh dan tanggap terhadap kebutuhan masyarakat.
Secara umum, tujuan manajemen berbasis sekolah (school based management) ditujukan untuk meningkatkan efisiensi, kualitas dan pemerataan pendidikan. Peningkatan efisiensi diperoleh melalui beberapa cara, antara lain melalui keleluasaan mengelola sumber daya atau penyederhanaan birokrasi. Peningkatan kualitas dilakukan melalui peningkatan partisipasi orang tua siswa terhadap sekolah, fleksibilitas pengelolaan sekolah dan peningkatan profesionalisme personil sekolah. Sedangkan peningkatan pemerataan pendidikan diperoleh melalui peningkatan partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah.
Secara khusus, manajemen berbasis sekolah diarahkan untuk meningkatkan mutu pendidikan. Dalam panduan pengelolaan sekolah, manajemen berbasis sekolah ditekankan pada manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah (school based quality improvement). Manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah pada dasarnya merupakan proses manajemen sekolah yang diarahkan untuk peningkatan mutu pendidikan melalui pelaksanaan otonomi sekolah mulai dari perencanaan, pelaksanaan sampai dengan evaluasi sesuai dengan kebutuhan dan kondisi sekolah dengan melibatkan semua stakeholder sekolah. Dengan kata lain, manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah adalah keseluruhan proses pendayagunaan keseluruhan komponen pendidikan dalam rangka peningkatan mutu pendidikan yang diupaya-kan sendiri oleh kepala sekolah bersama semua pihak yang terkait atau yang berkepentingan dengan mutu pendidikan. Istilah komponen mengacu pada bidang garapan pendidikan di sekolah, antara lain kurikulum dan pembelajar-an, kesiswaan, kepegawaian, sarana dan prasarana, dan keuangan. Sedangkan istilah dikelola sendiri mengacu pada diatur sendiri (self managing), dirancang sendiri (self design) atau direncanakan sendiri (self planning), diorganisasi sendiri (self organizing), diarahkan sendiri (self direction) atau dikontrol/ dievaluasi sendiri (self control).
Ada beberapa karakteristik manajemen berbasis sekolah. Secara garis besar, karakteristik umum manajemen berbasis sekolah tersebut meliputi:
  • (a) adanya akses terbuka bagi sekolah untuk tumbuh mandiri,
  • (b) adanya kemi-traan yang erat antara sekolah dengan masyarakat sekitar, 
  • (c) adanya sistem disentralisasi, 
  • (d) pengelolaan sekolah secara partisipatif, 
  • (e) pemberdayaan guru secara optimal, 
  • (f) diterapkannya otonomi manajemen sekolah, 
  • (g) orientasi pada peningkatan mutu, dan 
  • (i) menekankan pada pengambilan keputusan partisipatif (Depdiknas, 2003).
Di sisi lain, Levacic mengemukakan tiga karakteristik kunci manajemen berbasis sekolah, yaitu:
  • (1) kekuasaan dan tanggung jawab dalam pengambilan keputusan peningkatan mutu pendidikan didesentralisasikan ke stakeholder sekolah,
  • (2) domain manajemen peningkatan mutu pendidikan yang didesentralisasikan mencakup keseluruhan aspek peningkatan mutu pendidikan, baik keuangan, kepegawaian, sarana prasarana, penerimaan siswa baru, dan kurikulum, dan
  • (3) walaupun domain peningkatan mutu pendidikan didesentralisasikan ke sekolah, namun diperlukan adanya sejumlah regulasi yang mengatur fungsi kontrol pusat terhadap keseluruhan pelaksanaan kewenangan dan tanggung jawab sekolah (Bafadal dan Imron, 2004).
Secara lebih khusus, Levacic juga mengidentifikasi bahwa ada tiga tujuan khusus manajemen berbasis sekolah, yaitu mencapai efisiensi, keefektifan dan tanggung jawab pendidikan. Melalui manajemen berbasis sekolah, proses peningkatan mutu akan berlangsung secara efisien, terutama dalam penggunaan sumber daya manusia. Dengan manajemen berbasis sekolah, keefektifan peningkatan mutu pendidikan dasar juga meningkat, melalui peningkatan kualitas pembelajaran. Dengan manajemen berbasis sekolah, respon sekolah juga bertambah besar terhadap siswa.
Secara singkat, dapat dikemukakan bahwa manajemen berbasis sekolah diarahkan untuk memandirikan atau memberdayakan sekolah melalui pemberian wewenang dan keluwesan untukpeningkatan mutu pendidikan. Dengan kemandirian diharapkan:
  • (1) sekolah bisa lebih mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman bagi dirinya, serta mampu mengoptimalkan sumber daya yang tersedia untuk memajukan sekolah, 
  • (2) sekolah dapat mengembangkan sendiri program-programnya sesuai dengan kebutuhannya, 
  • (3) sekolah dapat bertanggungjawab tentang mutu pendidikan kepada orang tua, masyarakat maupun pemerintah, serta 
  • (4) sekolah dapat melakukan persaingan secara sehat dengan sekolah lain untuk meningkatkan mutu pendidikan.
Ada beberapa prinsip yang perlu dipegang dalam melaksanakan manajemen berbasis sekolah. Prinsip-prinsip tersebut adalah:
  • (1) Keterbukaan, artinya manajemen berbasis sekolah dilakukan secara terbuka dengan semua sumber daya yang ada, baik kepala sekolah, guru, siswa, orang tua siswa, maupun masyarakat, 
  • (2) Kebersamaan, artinya manajemen berbasis sekolah dilakukan bersama oleh sekolah dan masyarakat, 
  • (3) Berkelanjutan, artinya manajemen berbasis sekolah dilakukan secara berkelanjutan tanpa dipengaruhi pergantian pimpinan sekolah, 
  • (4) Menyeluruh, artinya manajemen berbasis sekolah yang disusun hendaknya mencakup semua komponen yang mempengaruhi keberhasilan pencapaian tujuan, 
  • (5) Pertanggungjawaban, artinya pelaksanaan manajemen berbasis sekolah dapat dipertanggungjawabkan ke masyarakat dan pihak-pihak yang berkepentingan, 
  • (6) Demokratis, artinya keputusan yang diambil dalam manajemen berbasis sekolah hendaknya dilaksanakan atas dasar musyawarah antara komponen sekolah dan masyarakat, 
  • (7) Kemandirian sekolah, artinya sekolah memiliki prakarsa, inisiatif, dan inovatif dalam kerangka pencapaian tujuan pendidikan, 
  • (8) Berorientasi pada mutu, artinya berbagai upaya yang dilakukan selalu didasarkan pada peningkatan mutu, 
  • (9) Pencapaian standar pelayanan minimal, artinya layanan pendidikan minimal harus bisa dilaksanakan sesuai dengan standar minimal secara total, bertahap dan berkelanjutan, dan 
  • (10) Pendidikan untuk semua, artinya semua anak memperoleh pendidikan yang sama. Dalam mengelola sekolah, kepala sekolah dasar harus melaksanakan prinsip-prinsip tersebut dengan baik.
Berdasarkan landasan tersebut, secara garis besar dapat disimpulkan bahwa terdapat pergeseran peranan dalam pengelolaan pendidikan, dari asas sentralisasi ke desentralisasi. Adanya kemandirian, keterbukaan, partisipatif, dan pertanggung-jawaban menunjukkan pengelolaan sekolah secara mandiri berdasarkan kemampuan yang dimiliki sekolah. Adapun bidang yang menjadi wewenang sekolah mencakup proses belajar mengajar, perencanaan, evaluasi program sekolah, pengelolaan kurikulum, pengelolaan ketenagaan, pengelolaan peralatan dan perlengkapan sekolah, pengelolaan keuangan, pelayanan siswa, hubungan sekolah dengan masyarakat, dan pengelolaan iklim sekolah (Depdiknas, 2003).
Konsekuensi dari adanya school based management tersebut, tugas dan tanggung jawab kepala sekolah menjadi semakin besar. Kepala sekolah harus bisa memimpin dan memberdayakan semua sumber daya sekolah. Kepala sekolah merupakan motor penggerak dan penentu arah kebijakan sekolah. Untuk itu, kepemimpinan kepala sekolah dasar harus mampu memberdayakan guru-guru untuk melaksanakan proses pembelajaran yang baik, lancar dan produktif, menyelesaikan tugas sesuai dengan waktu yang ditetapkan, menjalin hubungan yang harmonis dengan masyarakat agar bisa terlibat aktif dalam mewujudkan tujuan sekolah, bekerja sama dengan tim secara kooperatif, dan berhasil mewujudkan tujuan sekolah secara produktif sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.

Senin, 20 Januari 2014

Tips Melatih Anak Cerdas Emosi

1. Ajar anak mengubah tuntutan menjadi pilihan. Katakan padanya tidak ada alasan keinginannya harus selalu dipenuhi dan marah-marah. Beri anak pujian bila ia dapat mengendalikan kemarahannya.
2. Latih anak untuk menyatakan kebutuhan secara asertif (tegas), tetapi tidak ada jaminan ia akan mendapatkannya.
3. Biarkan anak mengungkapkan dan bertanggung jawab atas setiap perasaan yang dialaminya. Dengan begini ia juga bertanggung jawab atas perasaan orang lain. Hindari menyalahkan anak saat Anda sendiri marah.
4. Dorong anak untuk mengembangkan hobi dan minatnya yang dapat memberinya waktu luang dan kemandirian.
5. Biarkan anak menyelesaikan sendiri pertikaian antara dia dengan saudara atau temannya.
6. Bantu anak bertoleransi terhadap gangguan orang lain. Ajarkan pula bagaimana menghindari gangguan, misalnya diolok-olok. Ajarkan anak membalas olok-olok dengan kata-kata yang baik,"Olok-olok enggak bikin sakit tuh."
7. Bantu anak untuk memperhatikan kekuatannya dengan menekankan hal-hal yang dapat ia lakukan.
8. Dorong anak berperilaku seperti yang ia ingin orang lain lakukan terhadap dirinya.
9. Bantu anak berpikir alternatif serta melihat berbagai kemungkinan ketimbang bergantung pada satu pilihan. Misalnya, anak hanya punya seorang teman. Saat temannya itu tidak ada, ajarkan anak mencari teman lain, jangan hanya merasa ia tak punya teman.

Tertawa Bersama
Doronglah anak dapat mentertawakan dirinya sendiri. Orang yang terlalu serius terhadap dirinya sendiri sulit menikmati hidup. Sense of humor yang baik dan kemampuan melihat sisi terang kehidupan, penting untuk meningkatkan kegembiraan.

Menurut Jhon Gottman, ada 5 langkah penting bagi orang tua dalam melatih emosi anak.

1. Menyadari emosi anak : Ketika anak menangis, marah, senang, orang tua perlu menyadari bahwa anak juga memiliki perasaan untuk di sayang, diakui, tidak baik bagi orang tua misalkan memarahi anak pada saat anak menangis, hendaknya orang tua mengetahui apa yang sedang di alami oleh si kecil.
2. Mengakui emosi anak : Terkadang orang tua egois, tidak mau tahu mengenai keinginan anak, orang tua lebih peduli pada apa yang ada di pikirannya, sehingga tidak mengakui kalau anak sedang marah, senang.
3. Mendengarkan dengan empati dan meneguhkan perasaan anak : Hal yang paling berbahaya bagi orang tua adalah pada saat orang tua tidak mau mendengar atau tidak mau tahu mengenai masalah yang dihadapi oleh anak, orang tua cenderung memarahi tanpa memiliki empati terhadap anak, apalagi memberikan dukungan / support dengan kata-kata yang dapat meneguhkan emosi anak.
4. Membantu anak melabeli emosi : Penting bagi orang tua adalah membantu untuk melabeli emosi, hal ini agar emosi anak dapat di curahkan/ ditempatkan pada tempat yang tepat, anak diajarkan untuk mengatur control emosinya.
5. Menentukan batas-batas sambil membantu anak memecahkan masalah : Yang tidak kalah penting sebagai orang tua adalah, membantu anak dalam memecahkan masalahnya, namun bukan berarti semua masalah si anak di selesaikan tanpa melibatkan anak tersebut, karena jika tanpa melibatkan anak, maka hal itu akan memberikan pengaruh pada saat anak dewasa nanti tidak bisa memecahkan masalah yang dihadapinya. 

Minggu, 19 Januari 2014

Model Sekolah Islam yang Efektif dan Bermutu

Pendidikan merupakan sebuah proses pemberdayaan manusia untuk membangun suatu peradaban yang bermuara pada wujudnya suatu tatanan masyarakat yang sejahtera lahir dan bathin. Allah SWT sebagai Pencipta memberdayakan adam as (manusia pertama) dengan proses pendidikan. Islam sendiri memulai proses membangun kembali peradaban manusia yang telah porak poranda (kala itu) dengan mengibarkan panji-panji wahyu pertamanya yang sarat akan nilai-nilai pendidikan. Sistem dan metode yang amat menentukan kualitas hidup manusia secara utuh (ruhiyah, jasadiyah dan aqliyah) dalam segala bidang adalah pendidikan. Akibatnya dalam sepanjang sejarah kehidupan umat manusia, amat sulit ditemukan kelompok manusia yang tidak menggunaka pendidikan sebagai sarana pembudayaan dan peningkatan kualitasnya. Bahkan pendidikan juga dijadikan sarana penerapan suatu pandangan hidup. Pepatah Arab bahkan menegaskan: adabulmar’I khoirun min dzahabihi (pendidikan lebih berharga bagi manusia ketimbang emasnya).

Pendidikan memikul beban amanah yang sangat berat, yakni memberdayakan potensi fitrah manusia yang condong kepada nilai-nilai kebenaran dan kebajikan agar ia dapat memfungsikan dirinya sebagai hamba, yang siap menjalankan risalah yang dibebankan kepadanya yakni “khilafah fil ardl”. Oleh karena itu pendidikan berarti merupakan suatu proses membina seluruh potensi manusia sebagai: makhluq yang: beriman, berfikir, dan berkarya untuk kemaslahatan diri dan lingkungannya. Membangun sekolah berkualitas berarti menyelenggarakan proses pendidikan yang membentuk kepribadian peserta didik agar sesuai dengan fitrahnya.

Memberdayakan potensi fitrah manusia haruslah berkesesuaian dengan nilai-nilai yang mendasari fitrah itu sendiri, yakni nilai-nilai robbani yang bersumber kepada Rob yang menciptakan manusia itu sendiri, sebagai zat yang maha mengetahui akan segala sifat dan tabiat manusia. Dengan mengacu pada nilai-nilai tersebut, maka dengan sendirinya proses pendidikan niscaya akan memperhatikan azas-azas fisiologis, psikologis dan paedagogis yang melekat erat sebagai sunnatulkaun pada pertumbuhan dan perkmbangan manusia, juga memperhatikan situasi dan kondisi zaman di mana peserta didik menjalankan kehidupannya kelak.

Membangun suatu institusi pendidikan berarti mengambil peran dan tanggung jawab yang besar terhadap proses pembentukan kepribadian anak, karena di lembaga pendidikan itulah anak akan mendapatkan sebagian besar faktor-faktor penentu bentukan kepribadiannya, terutama dalam domain kognitif, afektif dan konatif, yang sering pula diterjemahkan menjadi pengetahuan, sikap dan perilaku. Kepribadian yang baik akan tumbuh pada anak manakala seluruh faktor eksternal yang mempengaruhi proses pembentukannya dapat berinteraksi dengan sistem fisiopsikologis peserta didik secara sehat, proporsional dan memunculkan pengalaman belajar yang menyenangkan serta membangkitkan motivasi.

Islam sebagai agama yang sempurna telah memberikan pijakan yang jelas tentang tujuan dan hakikat pendidikan, yakni memberdayakan potensi fitrah manusia yang condong kepada nilai-nilai kebenaran dan kebajikan agar ia dapat memfungsikan dirinya sebagai hamba (QS AsSyams:8, Adz Dzariyat: 56), yang siap menjalankan risalah yang dibebankan kepadanya sebagai khalifah di muka bumi (QS 2:30/ 33: 72 ) Oleh karena itu pendidikan berarti merupakan suatu proses membina seluruh potensi manusia sebagai makhluk yang beriman dan bertaqwa, berfikir, dan berkarya, sehat, kuat dan berketerampilan tinggi untuk kemaslahatan diri dan lingkungannya.

Allah telah membekali manusia dengan kemampuan untuk belajar dan mengetahui, sebagaimana firman Allah;

“Bacalah dengan menyebut nama Rabbmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Rabbmulah yang paling pemurah. Yang mengajakan manusia dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya".(QS Al ‘Alaq 1-5)

Allah juga telah menganugrahi manusia berbagai sarana untuk belajar, seperti penglihatan, pendengaran dan hati, sebagaimana firman Allah … “ dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati agar kamu bersyukur.” (An-Nahl : 78)

Al Maududi, mengatakan; “Pendengaran merupakan pemeliharaan pengetahuan yang diperoleh dari orang lain. Penglihatan merupakan pengembangan pengetahuan dengan hasil observasi dan penelitian yang berkaitan dengannya. Hati merupakan sarana membersihkan ilmu pengetahuan dari kotoran dan noda sehingga lahirlah ilmu pengetahuan yang murni. Jika ketiga pengetahuan itu dipadukan, maka terciptalah ilmu pengetahuan yang sesuai dengan apa yang dikaruniakan Allah kepada manusia yang hanya dengan pengetahuan itulah manusia mampu mengatasi dan menundukkan makhluk lain agar tunduk pada kehendaknya”.

Sarana lain yang dimiliki manusia adalah bahasa, kemampuan untuk mengeluarkan gagasan dan kemampuan untuk menulis. Keberadaan sarana pendidikan tersebut, Allah tegaskan dalam firmannya:

Bukankah Kami telah memberikan kepadanya dua buah mata, lidah dan bibir?” (Al-Balad 8-9)
“Allah yang Maha Pemurah. Yang telah mengajarkan Alquran. Dia menciptakan manusia, mengajarnya pandai berbicara.” (Ar-rahman : 1-4)
“Nun, demi kalam dan apa yang mereka tulis”. (Al-Qalam)

Melalui berfikir dan belajar, diharapkan, manusia mampu mempelajari dan memahami ayat-ayat Allah, baik ayat qauliyah maupun ayat kauniyah. Mempelajari ayat qauliyah berarti memahami syariat-syariat Allah, sebagaimana dalam firmannya;

“Ya Rabb kami, utuslah untuk mereka seorang Rasul dari kalangan mereka, yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayat Engkau, dan mengajarkan kepada mereka Al-Kitab (Alquran) dan Al-Hikmah (As-Sunnah) serta menyucikan mereka. Seungguhnya, Engkaulah Yang Maha Perkasa lagi Maha bijaksana. (Al-Baqarah : 129)

Demikian pula mempelajari ayat-ayat kauniyah, berarti memahami ciptaan Allah yang terhampar di alam semesta. Sebagaimana firman Allah;

“Dan juga pada dirimu sendiri. Maka apakah kamu tiada memperhatikan”. (Adz-Dzariyat : 21)
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal. Yaitu orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata) : “Ya Rabb kami, tiadalah, Maha suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa api neraka.”( Surat Ali Imon: 190 –191)

Allah telah menciptakan pendengaran, penglihatan, dan hati sebagai sarana untuk merenung, tafakur, berfikir jernih, serta meneliti alam semesta. Kemudian dengan akal dan hati, manusia mengolah alam ini untuk dijadikan sesuatu yang bermanfaat begi kehidupan.

Kita dididik secara ilmiyah melalui berfikir, observasi, diskusi, hingga penyimpulan. Sampai akhirnya kita dapat meraih ilmu pegetahuan dan menghasilkan sesuatu. Atas pendengaran, penglihatan, hati dan seluruh anggota tubuh yang diberikan Allah, manusia bertanggung jawab untuk memanfaatkan semuanya dalam jalan kebaikan. Allah berfirman;

“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungjawaban. (Al-Isra : 36)

Rasa tanggung jawab itu akan terpelihara di dalam diri manusia yang sadar, selalu ingat, adil, jauh dari penyelewengan, tidak tunduk pada hawa nafsu, jauh dari kedzaliman dan kesesatan serta istiqomah dalam segala prilaku. Rasulullah saw mengatakan bahwa manusia itu bertanggung jawab atas harta, umur dan kemudaannya lewat sabdanya;

“Tidaklah beranjak kaki seorang hamba pada hari kiamat sebelum diminta pertanggungjawaban empat hal ini: tentang usia untuk apa dihabiskan usia itu; tentang ilmu pengetahuan, diamalkan untuk apa ilmunya itu; tentang harta, diperoleh dari mana dan dibelanjakan untuk apa hartanya itu; dan tentang tubuhnya, dilusuhkan untuk apa tubuhnya.” (HR. Tirmidzi)

Seluruh tugas manusia dalam hidup ini, berakumulasi pada tanggung jawabnya untuk beribadah dan mengesakan Allah, sebagaimana Allah berfirman; “Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku. “ ( Adzariat ayat 56)

Melalui penciptaan alam semesta, Al-Quran telah memberikan arahan pendidikan bagi manusia dengan dua prinsip ilmiyah yang melengkapi aspek pasivisme, finalitas dan logika. Dua prinsip itu adalah :

Pertama, berulangnya berbagai kejadian semesta melalui sunnah yang ditetapkan Allah. Dia yang Maha Agung dan Maha tinggi berkuasa mengubah itu jika Dia menghendaki. Prinsip itu merupakan landasan dalam berfikir ilmiyah, dimana dengan landasan itu pula menusia bereksploitasi dan berkreasi dalam segala penomena peradaban. Allah berfirman ;

“Dan Kami jadikan malam dan siang sebagai dua tanda, lalu Kami hapuskan tanda malam dan Kami jadikan tanda siang itu terang, agar kamu mencari karunia dari Rabbmu, dan supaya kamu mengetahui bilangan tahun-tahun dan perhitungan. Dan segala sesuatu telah terangkan dengan jelas.”(Al Isra: 12)

“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal. Yaitu orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata) : “Ya Rabb kami, tiadalah, Maha suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa api neraka.”( Surat Ali Imon: 190 –191

Kedua, sesungguhnya sunnah-sunnah semesta dengan segala kejadian, fenomena, dan wujudnya, mulai dari yang berupa atom hingga yang terbesar, merupakan ciptaan Allah yang diturunkan sesuai dengan kadanya, tidak lebih dan tidak kurang. Prinsip inilah yang menunjukkan logika yang ilmiyah, yaitu melakukan observasi ilmiyah berdasarkan analogi kuantitatif, bukan berdasarkan deskripsi kualitatif. Hal ini seperti dalam firman Allah;

Dan kami telah menghamparkan bumi dan menjadikan padanya gunung-gunung dan Kami tumbuhkan padanya segala sesuatu menurut ukuran. Dan Kami telah menjadikan untukmu di bumi keperluan-keperluan hidup, dan kami telah menciptakan pula mahkluq-makhluq yang kamu sekali-sekali bukan pemberi rizki kepadanya. Dan tidak ada sesuatupun melalinkan pada sisi Kamilah khazanahnya; Dan Kami tidak menurukannya melaikan dengan ukuran tertentu. (Al Hijr : 19 – 21)

Pemaparan Alquran tentang manusia dan alam semesta di atas, semakin mengokohkan akan urgensi pendidikan yang integral bagi manusia. Pendidikan yang mampu mengoptimalkan semua potensi manusia sehingga mampu menjalankan misinya untuk meraih sukses dunia dan akhirat. Selanjutnya Alquran mengarahkan manusia untuk menata kehidupannya dengan pendidikan yang baik. Allah membimbing menausia untuk senantiasa berdo’a memohon ditambahkan ilmu pengetahuan. Hal agar manusi selalu ingat bahwa yang memiliki perbendaharaan ilmu pengetahuan hanyalah llah swt. “Dan katakanlah: Ya Rabbku tambahkan bagiku ilmu pengetahuan. “(Surat Toha : 114) Allah juga mendorong menusia untuk terus meningkatkan penguasaan ilmu pengetahuan dengan perintah belajar dan mengajar, seperti dalam firmaNya, “Tidaklah sepantasnya orang-orang mukmin itu berangkat semuanya. Mengapa tidak pergi dari tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama, dan supaya mereka memberikan peringatan kepada kaumnya apabila telah kembali kepada mereka. Mudah-mudahan mereka dapat menjaga diri. “(Surat At-taubah : 122)

Pendidikan sangat berperan dalam estafeta generasi menuju genarasi yang lebih baik. Hal ini Allah pesankan kepada umat manusia untuk memperhatikan generasi dengan mendidik mereka mel;alui pendidikan yang lebih baik dari sebelumnya. Allah berfirman; “ Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang sekiranya meninggalkan anak-anak yang lemah-lemah di belakang mereka yang mereka khawatir terhadap (kesejahtraan) mereka, maka hendaklah mereka bertaqwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar. “(Surat An-Nisa : 9)

Islam sangat menekankan pentingnya menuntut ilmu. Hanya dengan ilmu, kita akan dapat meraih kejayaan dan derajat: ”Allah mengangkat orang-orang yang beriman dan berilmu pengetahuan beberapa derajat” (QS AlMujadilah: 11). RasuluLlah SAW telah memberi khabar kepada kita bagaimana penting dan mulianya orang-orang yang menimba ilmu pengetahuan:
  • Barangsiapa yang dikehendaki Allah dengan kebaikan maka Allah menjadikannya ia pandai mengenai agama dan ia ilhami petunjuk-Nya. (HR. Muttafaq alaih)Sesungguhnya hikmah (ilmu) itu menambah orang yang mulia akan kemuliaan dan mengangkat hamba sahaya sehingga ia mencapai capaian raja-raja. (HR. Abu Nuaim)
  • Seutama-utama manusia adalah orang mu’min yang ‘alim yang jika ia dibutuhkan maka ia berguna, dan jika ia tidak dibutuhkan maka ia mencukupkan dirinya
  • Barangsiapa yang berjalan disuatu jalan untuk menuntut ilmu pengetahuan, Allah akan memudahkan baginya jalan ke surga.” (HRMuslim)
  • Barangsiapa yang berjalan disuatu jalan untuk menuntut ilmu pengetahuan, Allah akan memudahkan baginya jalan ke surga. Dan para Malaikat selalu meletakkan sayapnya menaungi para pelajar karena senang dengan perbuatan mereka. Dan seorang alim dimintakan ampun oleh penduduk langit dan bumi dan ikan-ikan di dalam air. Kelebihan seorang alim atas orang ahli ibadat bagaikan kelebihan sinar bulan atas lain-lain bintang. Dan sesungguhnya ulama (guru-guru) sebagai pewaris dari nabi-nabi. Sesungguhnya Nabi tidak mewariskan dinar dan dirham hanya mereka mewariskan llmu agama, maka siapa yang telah mendapatkannya berarti telah mengambil bagiannya yang besar.” (HR. Abu Daud dan Tirmidzi)
  • Demi Allah, kalau Allah memberi hidayat kepada seseorang karena ajaranmu, maka yang demikian itu bagimu lebih baik dari kekayaan binatang ternak yang merah-merah.” (HR. Bukhari Muslim)
  • Sesungguhnya Allah tidak mengutus diriku sebagai orang yang menyusahkan, tidak pula sebagai orang yang keras kepala, tetapi Dia mengutus diriku sebagai pendidik yang memudahkan. (HR. Ahmad dan Nasai)
  • “Sesungguhnya Allah, para Malaikat, para penghuni langit dan bumi sampai semut yang ada di dalam lubangnya dan ikan-ikan yang ada dalam air selalu menyampaikan shalawat kepada orang yang mengajarkan kebaikan terhadap manusia (HR. Tirmidzi)
Pengertian Pendidikan Islam
Secara etimologi, kata pendidikan dalam bahsa arab berasal dari kata “tarbiyah”. Tarbiyah berasal dari asal suku kata roba – yarbu yang berarti penambahan, pertumbuhan, pemeliharaan dan penjagaan. Az-Zamakhsyari menambahkan makna kata tersebut dengan “pengajaran” dan “kedudukan tinggi”. Sedangkan Majduddin menambahkan makna lain, yakni memberi makan dan kemuliaan. Dalam Alquran terdapat ayat-ayat yang mengunakan kata tarbiyah seperti dalam ayat:

"Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkan:”Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku diwaktu kecil" (QS:17:24)

Alquran sering menggunakan kata lain untuk tarbiyah seperti tilawah (membaca), tazkiyah (pensucian jiwa), ta’lim (pengajaran), dan tathhir (pensucian). Seperti yang terdapat dalam surat 26: 18, surat 2:151

Sedangkan menurut istilah ‘Pendidikan’ diartikan sebagaimana pendapat bebarapa ulama di bawah ini:

Al-Qadhi Al-Baidhowi, mengartikan pendidikan (tarbiyah) sebagai “membawa sesuatu ke arah kesempurnaan secara bertahap.”. Definisi ini amat umum karena mencakup pendidikan manusia, pemeliharaan binatang, tumbuh-tumbuhan dan lain-lain. Definisi ini tadak diwarnai dengan corak Islam.

Ibnu Sina mengartikan tarbiyah sebagai pembiasaan. Yang dimaksud dengan pembiasaan adalah melakukan sesuatu berulang-ulang dalam masa yang lama dan dalam waktu yang berdekatan. Definisi ini telah menyempitkan bidang tarbiyah pada satu sisi saja yaitu “pemiasaan”.

Dr. Miqdad Yaljan, mengklasifikasikan pengertian pendidikan (tarbiyah) islamiyah sebagai berikut;
  1. Kurikulum materi-materi keislaman di sekolah atau madrasah
  2. Sejarah pendidikan, sejarah lembaga pendidikan atau sejarah tokoh-tokoh pendidikan di negara Islam
  3. Pengajaran ilmu-ilmu keislaman
  4. Sistem pendidikan integral yang diambil dari arahan dan ajaran Islam yang murni, serta berbeda dengan pendidikan lain baik Barat ataupun Timur.
Rif’ah Rafi’ Ath-Thathwi mendefinisikan pendidikan sebagai usaha mengembangkan jasmani dan jiwa anak didik semenjak lahir sampai tua dengan pengetahuan dan agama dan dunia. Sementara itu Prof. DR. Abdul Gani Abud berpendapat bahwa Pendidikan Islam yang kita inginkan adalah sebagaimana pendidikan yag ideal dan sebagaimana seharusnya, yakni pendidikan Islam yang tujuan dan dasar-dasarnya berdasarkan kepada ruh Islam yang dituangkan Allah dalam Alquran dan dicontohkan Rasul dalam hadits. Jadi yang kita inginkan itu adalah pendidikan yang berada dalam lingkungan kehidupan yang penuh dengan suasana yang islami seperti yang digariskan dalam Alquran dan hadits Rasulullah saw. Pertumbuhan anak-anak muslim berada dala suasana khusus ini.

Abdullah Nasih ‘Ulwan membagi dalam delapan Bidang Garapan Pendidikan Islam yaitu;
1. Pendidikan Jasadi, dengan rambu-rambu sebagai berikut;
  • Mengembangkan semua potensi jasmani secara sehat dalam rangka membentuk kepribadian yang integral, seimbang dan berkualitas ‘abidlillah
  • Menyiapkan mukmin yang kuat dan siap berjuang mempertahankan agama Allah
  • Memperhatikan aspek kesehatan jasmani, seperti menjaga kebersihan, menjaga diri dari berbagai penyakit
2. Pendidikan akal, Dengan rambu-rambu;
  • Menumbuhkan pikiran peserta didik agar menjadi insan abid yang shaleh
  • Menggunakan perasaan dalam mengembangkan aspek fikiran
  • Mengembangkan akan manusia dan berbagai potensinya lewat eksperimen ilmiyah
  • Memberi kesempatan akal untuk berlatih menganalisa dari peristiwa-peristiwa yang menimpa ummat terdahulu dan sekarang untuk dijadikan pelajaran bagi kehidupan masa depan
  • Memperhatikan pendidikan bashiroh lewat ketaqwaan.
  • Semua sasaran tersebut harus komitmen dengan etika penelitian ilmiyah dan akhlaq Islam
3. Pendidikan aqidah, dengan rambu-rambu;
  • Membentuk kecintaan kepada aqidah
  • Menyampaikan berbagai macam bukti kebenaran aqidah yang bisa melehirkan keimanan kepada Allah swt.
  • Membentuk prilaku anak didik untuk menerapkan aqidah Islamiyah dalam kehidupan.
4. Pendidikan akhlaq dengan rambu-rambu;
  • Mengembangangkan aspek fitrah yang ada pada menusia ke arah kebaikan dengan cara menimani akhlaq-akhlaq Alquran.
  • Memberi bekal pengetahuan dan menumbuhkan kehendak manusia untuk senantiasa memilih yang hak dan yang baik.
  • Memaparkan semua akhlaq Alquran secara integral dan menyeluruh disesuaikan dengan situasi dan kondisi.
  • Akhlaq ditanamkan dengan cara praktek lewat lembaga-lembaga sosial, ibadat, qudwah dan latihan..
  • Akhlaq ditanamkan lewat semua aspek aspek yang ada pada manusia baik psikis, intelektual dan lainnya.
5. Pendidikan Kejiwaan dengan rambu-rambu;
  • Mengembangkan watak manusia secara utuh
  • Mmengendalikan kehendak manusia dengan memberikan segala kebutuhan
  • Menanamkan rasa cinta, harapan dan sikap optimis sehingga manusia terlepas dari setres dan penyakit kejiwaan
  • Mendorong agar beramal dan belajar dengan tekun.
6. Pendidikan keindahan (estetika) dengan rambu-rambu;
  • Melalui Alquran menumbuhkan rasa keindahan dengan cara mempelajarinya, mengajarkannya dan menghafalnya
  • Melalui alam dan beberapa peristiwanya baik yang dipaparkan Alquran maupun kehidupan nyata
  • Memahami hubungan antara makhluk
  • Membedakan bebrbagai macam bentuk ukuran, warna, rasa dan bau dan apa yang didengar
  • Menggunkan semua potensi agar menjadi seorang seniman
7. Pendidikan Kemasyarakatan dengan cara;
  • Memperhatikan keluaraga dan ibu
  • Memperhatikan masa kanak-kanak dan masa remaja
  • Membentuk kesadaran ekonomi sehingga menjadi manusia produktif
  • Menanamkan kesadaran politik
  • Membentuk wawasan internasional
  • Pendidikan Peran Jinsiyah (Menyadarkan peran, status dan adab jinsiyah)
8. Pendidikan ‘Amaliyah (melatih keterampilan dan kecakapan)
  • Keterampilan manajemen bisnis & wirausaha
  • keterampilan riset ilmiyah
  • keterampilan mekanik, elektronik & komputer
  • keterampilan kepanduan
  • keterampilan pertukangan, pertanian & perkebunan
Dengan demikian dapatlah kita tarik satu ‘benang hijau’, bahwa pendidikan yang dikehendaki oleh Islam adalah pendidikan yang bertujuan mengembangkan seluruh potensi peserta didik agar ia dapat berperan dan memfungsikan dirinya menjadi ‘hamba Allah’ yang sejati, yaitu hamba yang selalu menunjukkan perilaku positif dan kontributif buat diri dan lingkungannya.

Sekolah sebagai institusi seharusnya mampu memfasilitasi proses pendidikan yang diinginkan oleh Islam. Oleh karena itu sekolah seharusnya juga menjalin kerjasama yang efektif denga fihak lain, terutama: orangtua dan masyarakat dalam upaya mengembangkan proses pendidikan yang benar dan berkualitas.

Sejarah Lembaga Pendidikan Islam
Tanggung jawab utama pendidikan anak ada di tangan kedua orangtuanya. Sebagaimana sabda Rasulullah saw; bahwa “Setiap bayi itu dilahirkan dalam keadaan fitrah. Kedua orang tuanyalah yang menjadikan dia Yahudi, Nasrani ataupun Majusi.”(HR. ). Ali Ra berkata, “Hati anak yang baru dilahirkan itu seperti tanah kosong. Apapun yang dilemparkan di atasnya akan dia terima.” Abu Bakar bin Arabi juga mengatakan, “Anak-anak adalah fithri, dia menerima ukiran baik dan buruk, namun kedua orang tuanyalah yang akan menggerakkan kepada salah satu ukiran itu. Ibnul Qoyyim Al-Jauziyah menghimbau campur tangan orang tua dalam memberikan pengarahan terhadap perkembangan anak. Karena siapa yang tidak memperhatikan anaknya untuk hal yang bermanfaat berarti ia telah benar-benar menyakiti anaknya.

Salah satu bentuk tanggung jawab orangtua dalam pendidikan putera-puteri mereka adalah dengan memilihkan guru atau lembaga pendidikan (sekolah) yang baik dan terjamin kebaikannya. Dalam sejarahnya, umat Islam sangat memberikan perhatian yang tinggi akan keberadaan lembaga-lembaga pendidikan baik dalam bentuk awalannya berupa majlis-majlis ilmu di mesjid-mesjid, perpustakaan (al Kutab), madrasah-madrasah dan perguruan tinggi dengan fasilitas yang lengkap dan mewah. Pendidikan di Kuttab. Kuttab adalah lembaga pendidikan Islam yang menyempurnakan kewajiban orang tua untuk mendidik anak-anaknya. Yang pertama diajarkan di kuttab ini adalah Al-quran. Hal ini didasarkan pada sabda Rasulullah saw , “Siapa yang membaca Alquran sebelum ia mimpi, sesungguhnya ia telah diberi ilmu pengetahuan selagi anak-anak.” Setelah pelajaran Alquran baru diajarkan membaca, menulis, berhitung dan ilmu pengetahuan lainnya secara bertahap sesuai dengan tingkat kesiapan anak.. Namun pelajaran-pelajaran itu diberikan pada umur yang masih dini. Sebagaiman yang dikatakan Al-Ghazali bahwa, “Belajar diwaktu anak-anak seperti memahat di atas batu.”

Pada masa keemasan Islam: yaitu dimasa pemerintahan Abbasiyah di Baghdad, Fatimiyah di Mesir sampai kepada masa Usmaniyah di Turki kawasan Islam sudah meliputi lautan Atlantik disebelah Barat, perbatasan Cina disebelah Timur dan Asia Tengah disebelah Utara, dan pantai Afrika Tengah di Asia Selatan. Di Eripa Barat Islam berkembang sampai ke pegunungan France dan Galilea d Selatan Perancis yang semuanya tunduk di bawah kekuasaan Islam dan memberi sumbangan pada suatu peradaban yang paling cemerlang yang pernah dikenal didunia ini.

Dalam pada masa-masa itu, ternyata kelembagaan pendidikan mendapat perhatian yang luar biasa dari para pejabat pemerintahan. Bermula dari mesjid sebagai lembaga pendidikan tertua, tersebutlah beberapa mesjid yang terkenal seperti Jami’ Ahmad bin Thoulon yang selesai dibangun pada tahun 256 H, mesjid Al Azhar di Mesir, Masjid Al Manshur di Bagdad pada zaman Harun Al Rasyid, Masjid Al Umayyah di Damaskus yang didirikan oleh Walid Abdul Malik sampai lembaga pendidikan sekolah (madrasah). Madrasah-madrasah tumbuh dan berkembang dengan dukungan dan kebijakan penuh para penguasa saat itu, seperti Madrasah An Nizhomiyah yang didirikan oleh Nizamul Mulk di Baghdad pada tahun 459H, memiliki perpustakaan besar dengan system catalog, Madrasah An Nuriyah di Damaskus yang didirikan oleh Nuruddin Mahmud Zanki yang dilengkapi dengan aneka fasilitas seperti perpustakaan, asrama, rumah para guru. Madrasah Al Muntashiriyah di Baghdad yang didirikan oleh Khalifah Al Muntashir pada abad XII M, dianggap sebagai madrasah terbesar di zamannya. Madrasah ini dilengkapi dengan perpustakaan lengkap dari berbagai cabang ilmu pengetahuan. Seluruh siswa dan guru tinggal di dalam asrama yang di penuhi segala kebutuhan makan, minum dan alat-alat belajarnya secara gratis, bahkan murid mendapat uang saku sebesar satu dinar emas setiap bulannya. Madrasah An-Nashiriyah di Mesir didirikan oleh Sultan Al Adil Zainuddin Katbaga Al Manshuri sekitar tahun 703 H, sebuah madrasah yang bangunannya sangat indah dengan aneka fasilitas dan ruangan untuk mempelajari empat mazhab fiqih dalam Islam.

Perhatian Islam akan pendidikan juga tercermin melalui banyaknya perpustakaan yang dibangun (dawarul kutub). Di Andalusia, misalnya terdapat sekitar 20 perpustakaan umum. Pada sekitar abad X Masehi, perpustakaan itu mempenyai lebih dari 400.000 jilid buku. Perpustakaan Darul Hikmah di Mesir yang didirikan oleh Hakim bi Amrillah pada tahun 395 H memiliki 2 juta jilid buku. Perpustakaan Tripoli di Syiria yang dibumihanguskan oleh tentara Salib mempunyai buku sekitar tiga juta jilid. Perpustakaan Al Hakim di Andalusia menyimpan buku-bukunya di dalam 40 kamar, dan setiap kamar berisi 18.000 jilid. Demikian pula perpustakaan yang didirikan oleh Abud Daulah di sebuah kota besar di sebelaha Selatan Persia memenuhi 360 kamar yang dikelilingi taman-taman yang indah.

Sekolah efektif
Kriteria sekolah efektif menurut hasil analisis yang dilakukan oleh the Connecticut School Effectiveness Project, sebagai berikut:
  1. Lingkungan yang asri, nyaman dan aman yang memunculkan suasana kondusif bagi kegiatan belajar mengajar
  2. Misi sekolah yang jelas dengan komitmen kepada tujuan instruksional, prioritas, prosedur assessment dan akuntabilitas.
  3. Kepemimpinan instruksional di bawah arahan kepala sekolah yang memahami dan menerapkan berdasarkan karakteristik efektifitas instruksional.
  4. Adanya Iklim dimana seluruh staf guru mengharapkan dengan sangat (“high expectation”) akan tuntasnya pencapaian basic skill oleh para murid.
  5. Motivasi mengajar yang tinggi yang dibarengi dengan adanya harapan yang tinggi dari seluruh staf pengajar akan terbentuknya basic skill di kalangan seluruh murid.
  6. Tenaga kependidikan yang “high time on task”: selalu berorientasi kepada penyelesaian tugas, terampil dalam mengelola waktu secara efektif
  7. Supervisi yang efektif kepada seluruh pengajar: upaya memberikan bimbingan, feedback (umpan balik) serta dukungan kepada staf pengajar
  8. Pemantauan yang berkelanjutan terhadap kemajuan prestasi murid, menggunakan hasil belajar murid untuk program pengembangan individual maupun perbaikan program instruksional, serta melakukan proses penilaian yang sistematis.
  9. Hubungan sekolah dan rumah yang positif dimana orangtua memberikan dukungan yang bermakna dan memainkan peranan penting dalam upaya pencapaian misi utama sekolah.
Dengan menegakkan sejumlah criteria di atas, upaya mencapai efektifnya suatu sekolah telah menemukan jalan yang benar (the right track). Tinggal lagi dukungan manajemen yang solid, efektif dan memiliki komitmen yang tinggi. Manajemen yang mampu merencanakan tujuan, program dan langkah-langkahnya secara strategis.

Untuk mengetahui, apakah sebuah sekolah sudah dapat dikatakan efektif, sejumlah studi telah mengembangkan beberapa indicator yang menunjukkan tingkat efektifitas suatu sekolah sebagaimana tersebut di bawah ini:
  1. Kurikulum yang terencana . Kurikulum sudah jelas konstruk, sistematika dan tahapannya, sesuai dengan tingkatan perkembangan anak. Dengan kurikulum yang jelas dan sistematis, guru dapat dengan mudah membuat suatu perencanaan pengajaran yang berorientasi pada suatu pencapaian kompetensi tertentu. Kurikulum terencana juga memudahkan proses evaluasi untuk mengukur sejauhmana keberhasilan proses pengajaran.
  2. Dewan penimbang kurikulum: Adanya penilaian dan pengesahan dari suatu dewan yang beranggotakan para pakar pendidikan, khusunya pakar kurikulum dan psikologi pendidikan. Penilian dan pengesahan kurikulum ini untuk menjaga konsistensi program dan pencapaian prestasi murid. Dengan adanya dewan, tercipta suatu mekanisme kontrol dan pengawasan bersama demi menjaga dan memastikan mutu proses pengajaran. Dewan Penimbang Kurikulum sebaiknya beranggotakan orang-orang yang kompeten dan berasal dari dalam dan luar sekolah, termasuk di dalamnya unsur kepala sekolah/guru, orangtua murid, tokoh masyarakat, ataupun dari kalangan pemerintah.
  3. Persyaratan kelulusan yang ketat. Dengan persyaratan kelulusan yang ketat, akan mendorong murid untuk berupaya mencapainya sehingga berada di atas target minimal. Persyaratan kelulusan yang ketat sekaligus merupakan upaya sekolah untuk mendorong terbentuknya suatu budaya belajar yang kondusif serta system mengajar dan evaluasi yang efektif. Tentu saja persyaratan kelulusan yang ketat bukan hanya melulu dalam domain kognitif, seharusnya aspek sikap dan perilaku juga menjadi target evaluasi.
  4. Kesempatan untuk melampaui target kurikulum. Sekolah yang baik mestinya memberikan fasilitas belajar yang menantang bagi para murid yang hendak melebihi kemampuan dasar. Sekolah hendaknya memfasilitasi kegiatan ekstra kurikulum, baik dalam dimensi vertical maupun horizontal. Dimensi vertical artinya memberi kesempatan kepada murid untuk mempelajari dan menyerap pokok bahasan ataupun kompetensi yang telah ditetapkan oleh sekolah, sedangkan dimensi horizontal memberi banyak pilihan bagi murid untuk mengembangkan minat, bakat dan kecenderungannya dalam bidang: seni, humanities, olahraga, jurnalistik, bahasa asing, pariwisata, craft, dan sebagainya.
  5. Tingkat kehadiran yang tinggi dan angka drop-out yang rendah: Kehadiran yang tinggi mencerminkan tingkat kegairahan dan kedisplinan belajar yang tinggi. Adanya kerinduan bagi murid untuk datang ke sekolah menandakan bahwa sekolah tersebut mampu memberikan kenyamanan dan daya tarik bagi murid. Daya tarik ini dapat muncul dari sisi para guru yang bersahabat dan mampu mengajar dengan baik, fasilitas belajar yang nyaman dan kondusif, atau karena suasana pergaulan antar murid yang solid. Tingkat kehadiran yang tinggi juga memberi gambaran tegaknya aturan dan sangsi yang diterapkan.
  6. Biaya pengeluaran per murid yang tinggi: menandakan besarnya belanja untuk kepentingan belajar murid. Terlepas dari mana sumber dana diperoleh, besarnya alokasi dana yang diperuntukkan bagi penyelenggaraan kegiatan belajar murid sudah barang tentu akan meningkatkan modus dan kualitas aktivitas. Murid akan mendapatkan fasilitas dan program belajar yang kaya. Guru akan mendapatkan banyak kesempatan untuk mengembangkan kreativitasnya, dan murid akan menikmati suasana belajar yang fasilitatif, stimulatif dan atraktif.
  7. Rasio murid:guru yang rendah: kelas dengan jumlah yang kecil umumnya meningkatkan efektifitas disiplin dan mendorong lebih kuat interaksi guru-murid. Kontrol guru terhadap murid menjadi lebih efektif karena rentang kendalinya tidak terlalu lebar. Rasio guru berbanding murid yang ideal berkisar antara 1:20, satu guru untuk 20 orang murid. Di sisi lain, jumlah kecil murid dalam kelas akan meningkatkan soliditas dan kualitas pola hubungan di antara mereka, yang akan membantu dalam menciptakan suasana kekeluargaan yang hangat dan akrab.
  8. Perpustakaan dan program media yang fasilitatif: Buku dan sumber (media) belajar yang tersedia memperluas wawasan serta memudahkan murid dalam memahami, menyukai dan melakukan suatu persoalan. Perpusatakaan merupakan “otak” nya sekolah yang menyimpan jutaan informasi dan pengetahuan. Tentu saja ketersediaan perpustakaan pada sekolah juga dibarengi dengan bagaimana sekolah tersebut mampu memfasilitasi murid dan kegiatan belajarnya dengan program-program yang efektif. Murid menjadi interaktif dengan buku, jurnal, CD-ROM, situs-situs ilmu pengetahuan di internet, klipping, kaset-kaset vide dan audio, dan sebagainya untuk menunjang aktivitas akademik mereka.
  9. Fasilitas dan lingkungan sekolah yang baik: Kebersihan, ketertiban, kerapihan, kenyamanan dan keamanan lingkungan akan meningkatkan gairah aktivitas belajar dan mengajar. Baik guru, murid maupun seluruh karyawan sekolah akan merasa senang, nyaman dan tenteram ketika berada di lingkungan sekolah yang ditumbuhi oleh pepohonan yang ditata asri dalam taman-taman yang indah, security system dan staff yang selalu siap menjaga dan melindungi sekolah, ketersediaan fasilitas umum yang memadai: telpon umum, WC, toilet, tempat sampah, kantin/koperasi, klinik, atau sekedar tempat untuk berteduh bagi orangtua murid maupun tamau-tamu lainnya.
  10. Kompetensi guru yang tinggi: yaitu para guru yang menguasai bidang studi yang diajarkan, sekaligus kemampuan profesionalnya dalam mengajar. Pencapaian target kurikulum yang menjadi salah satu patokan keberhasilan sekolah sangat ditentukan oleh seberapa baik tingkat kemampuan guru mentransfer pokok-pokok bahasan kepada murid. Indikator kemampuan guru dapat terlihat dari survey yang mampu memetakan tingkat kompetensi mereka, antara lain melalui assessment test for teacher.
  11. Kepala sekolah yang peduli: memiliki kepekaan terhadap segala persoalan yang bermuara pada murid (student driven). Fungsi kepala sekolah sebagai manajer, supervisor, pendidik dan administratur berjalan dengan baik, yang akan nampak dari bangunan system, perencanaan dan pelaksanaan program yang rapih dan menyeluruh. Kepekaan dan kepedulian kepala sekolah terwujud dalam bentuk pengawasan dan pengendalian program yang ketat, dan turun aktif memberi contoh dan mengarahkan para guru dan staffnya bila mereka menghadapi kendala atau masalah dalam implementasi kebijakan-kebijakan manajemen sekolahnya.
  12. Rekaman prestasi murid: wali kelas atau guru menyimpan rapih semua hasil/karya murid sebagai bahan untuk meningkatkan prestasi mereka. Belajar adalah sebuah proses yang berkesinambungan, dan memerlukan waktu yang panjang untuk melahirkan suatu kesuksesan. Arsip karya murid akan membantu guru, murid maupun orangtua untuk melihat progress kemajuan belajar murid, kemudian mendapatkan umpan balik untuk keperluan perbaikan masa berikutnya.
  13. Pengelolaan Pembelajaran. Pembelajaran haruslah dikelola secara efektif dari segi waktu maupun efisien dari segi pembiayaan. Lamanya waktu belajar harus diimbangi oleh tingkat pencapaian hasil belajar yang tinggi. Susana pembelajaran hendaknya kondusif dan memberikan pengalaman belajar pada murid.
  14. Pengembangan Potensi Murid Yang Optimal. Murid sebagai individu unik dengan segala macam potensi yang beragam hendaknya diberikan kesempatan yang seluas-luasnya untuk berkembang dan mencapai tingkat yang optimal. Potensi yang diharapkan berkembang ialah ruhiyah, akademik, jasadiyah, life skill dan leadership.
  15. Ketersediaan Pusat Sumber Belajar. Salah satu indikasi bahwa sebuah sekolah mampu mengelola pembelajaran dengan baik dan memberikan pengalaman belajar pada murid ialah adanya sumber belajar yang cukup.
  16. Pengaturan Ruang Pembelajaran Yang Nyaman. Kenyamanan lingkungan berpengaruh besar terhadap keberhasilan proses pembelajaran. Sebuah ruang tidak perlu terlalu besar, namun memenuhi standar kenyamanan dalam pembelajaran. Suatu kelas yang digunakan dalam pembelajaran hendaknya memiliki sirkulasi udara yang baik, tidak lembab serta syarat-syarat higienes maupun psikologi yang baik.
Format Sekolah yang IdealFormat Sekolah Islam yang kita inginkan haruslah memperhatikan konsekwensi logis dari perkembangan era global, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, perubahan dan peristiwa yang terjadi di tengah masyarakat serta harapan tentang masyarakat dunia masa depan. “Komisi Internasional Untuk Pendidikan Abad Dua Puluh Satu” dalam laporannya ke UNESCO, mengajukan rumusan tentang empat pilar pendidikan yaitu:
  1. Learning to live together: belajar untuk memahami dan menghargai orang lain, sejarah mereka dan nilai-nilai agamanya.
  2. Learning to know: penguasaan yang dalam dan luas akan bidang ilmu tertentu, termasuk di dalamnya learning to how
  3. Learning to do: belajar untuk mengaplikasi ilmu, bekerjasama dalam team, belajar memecahkan masalah dalam berbagai situasi.
  4. Learning to be: belajar untuk dapat mandiri, menjadi orang yang bertanggung jawab untuk mewujudkan tujuan bersama.
Keempat pilar pendidikan masa depan itu kemudian diterjemahkan ke dalam format sekolah yang diharapkan mampu membantu siswa-siswi mereka untuk menguasai kompetensi yang berguna bagi kehidupan di masa depan, yaitu: kompetensi keagamaan, kompetensi akademik, kompetensi ekonomi, dan kompetensi social pribadi.

Format pendidikan yang berkualitas semestinya juga harus memperhatikan azas-azas psikologi, psikometri dan pedagogi. Semua aktivitas belajar selayaknya berlandaskan kepada pencapaian tugas-tugas perkembangan dan prinsip-prinsip belajar yang meliputi hal-hal yang terkait dengan kerja kognitif, individual differences, motivasi, bakat dan kecenderungan, serta tata hubungan antar individu. Semua itu kemudian akan mempengaruhi pola dan model instruksional, class management, class assessment, media belajar dan sebagainya.
Format sekolah yang menjanjikan perbaikan masa depan adalah sekolah yang memiliki paradigma pendidikan yang maju dan visioner. Pendidikan haruslah mampu menumbuhkan dan mengembangkan potensi fitrah peserta didik yang memiliki sederet keunggulan kompetitif guna menghadapi segala tantangan ke depan. Pendidikan harus mampu melahirkan lulusan-lulusan yang memiliki karakter dan kemampuan sebagai berikut:
  1. Memiliki pemahaman yang benar terhadap ajaran agamanya dan landasan keimanan dan ketaqwaan yang kokoh sebagai wujud dari kefahaman tersebut
  2. Kemampuan riset dan teknologi yang tinggi
  3. Penguasaan bahasa international yang cakap
  4. Motivasi berprestasi dan Keterampilan belajar yang tinggi
  5. Kepemimpinan yang kuat
  6. Kesehatan yang prima
  7. Keterampilan hidup (life skill)
  8. Memiliki etos kerja dan disiplin yang tinggi
  9. Kepedulian terhadap kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara”
  10. Rasa percaya diri yang kuat, dan kebanggaan terhadap sejarah kepemimpinan Islam.
Format sekolah Islam seharusnya adalah sekolah yang mampu memadukan secara harmonis dan seimbang antara apa yang disebut sebagai “ayatul qauliyah” berupa ajaran Al Qur’an dan Hadis Nabi yang suci sebagai petunjuk dan pedoman hidup (minhajul hayah) dan “ayatul kauniyah” berupa segala fenomena alam yang perupakan sunnatul kaun yang menjadi sarana dan fasilitas kehidupan (wasailul hayah). Dengan perpaduan yang harmonis dan seimbang maka sekolah Islam telah membebaskan dirinya dari keterjebakan arus “sekulerisasi kurkulum”, ataupun kejumudan dalam arus “sakralisasi kurikulum”.
Sekolah Islam yang ideal adalah sekolah yang melibatkan peran serta guru, orangtua dan masyarakat sesuai dengan proporsinya. Artinya, sekolah yang merupakan lembaga melairkan generasi yang berkualitas menjadi tanggung jawab bersama antara negara, sekolah, orangtua dan masyarakat. Pengelolaan sekolah yang efektif mestinya melibatkan peran serta keempat pihak tersebut, sesuai dengan peran dan fungsinya. Negara, dalam hal ini pemerintah, memberi dukungan, kemudahan dan perlindungan bagi terselenggaranya sekolah, Orangtua dapat memberi masukan, membantu memperkaya proses belajar, menjadi nara-sumber dan fasilitator dalam berbagai kegiatan sekolah. Masyarakat dapat membantu menyediakan sumber dan fasilitas belajar tambahan yang ada di luar sekolah.

Lingkungan yang baik (biah solihah) juga merupakan salah satu criteria penting bagi sekolah Islam. Lingkungan yang bersih, rapih, sehat dan nyaman merupakan syarat mutlak bagi sekolah Islam. Sekolah Islam seharusnya juga mampu menciptakan suasana pergaulan dan interaksi yang Islami: santun, saling menyayangi dan menghormati, saling melindungi dan saling berbagi. Cerminan sekolah Islam yang baik juga ditunjukkan oleh warganya yang tertib, disiplin dan rapih.

Sekolah Islam Terpadu
Sekolah Islam Terpadu menawarkan satu model sekolah alternatif. Sekolah yang mencoba menerapkan pendekatan penyelenggaraan yang memadukan pendidikan umum dan pendidikan agama menjadi satu jalinan kurikulum. Dengan pendekatan ini, semua mata pelajaran dan semua kegiatan sekolah tidak lepas dari bingkai ajaran dan pesan nilai Islam. SIT juga berupaya mengoptimalkan peran serta orangtua dan masyarakat dalam proses pengelolaan sekolah dan pembelajaran. Orangtua dilibatkan secara aktif untuk memperkaya dan memberi perhatian yang memadai dalam proses pendidikan putra-puteri mereka. Sementara itu, kegiatan kunjungan ataupun interaksi ke luar sekolah merupakan upaya untuk mendekatkan peserta didik terhadap dunia nyata yang ada di tengah masyarakat. SIT juga menekankan keterpaduan dalam metode pembelajaran sehingga dapat mengoptimalkan ranah kognitif, afektif dan konatif. Implikasi dari keterpaduan ini menuntut pengembangan pendekatan proses pembelajaran yang kaya, variatif dan menggunakan media serta sumber belajar yang luas dan luwes.

Sekolah Islam Terpadu diselenggarakan berdasarkan konsep “one for all”. Artinya, dalam satu atap sekolah, siswa akan mendapatkan pendidikan umum, pendidikan agama, dan pendidikan keterampilan. Pendidikan umum mengacu kepada kurikulum nasional yang dikembangkan oleh Departemen Pendidikan Nasional, pendidikan agama menekankan pendidikan aqidah, akhlaq dan ibadah yang dikaitkan dalam kehidupan sehari-hari, menumbuhkan biah solihah di dalam lingkungan sekolah dan qudwah hasanah oleh seluruh guru dan karyawan sekolah. Sedangkan pendidikan keterampilan dikemas dalam kegiatan ekstra-kurikuler yang menyediakan beragam pilihan kegiatan yang seluruhnya mengacu kepada prinsip-prinsip keterampilan hidup.