Kamis, 22 Agustus 2013

Tips Menangani Anak Berkebutuhan Khusus,

Seorang individu akan selalu berhadapan dengan stimulus (kondisi) lingkungan, setiap stimulus dapat diakses melalui salah satu atau lebih modalitas pengindraan dan persepsi. Mekanisme terbentuknya pengertian (proses kognitif) melalui proses interaaksi antara stimulus dengan sensoris dan persepsi. Sebuah stimlus akan diterima oleh salah satu modulasi pengindraan (dalam hal ini khususnya penglihatan dan pendengaran). Stimulus yang dilihat akan masuk pada proses yang kedua yaitu proses menafsirkan obyek yang dilihat. Proses berikutnya masuk keingatan jangka pendek, pada proses ini peranan perhatian (attention) menjadi sangat penting, karena apabila tidak ada usaha untuk memfokuskan perhatian informasi tidak akan masuk kedalam memori jangka pendek. (diabaikan). Proses selanjutnya informasi yang telah berada pada memori jangka pendek akan masuk ke memori jangka panjang. Memori atau daya ingat mengandung pengertian merekontruksi pengalaman yang pernah dialami baik melalui persepsi penglihatan, pendengaran, perabaan, pengecapan, maupun penciuman yang tersimpan dalam struktur kognitif untuk dimunculkan kembali pada saat diperlukan (merespon stimulus yang relevan). Proses seperti itu disebut juga dengan recalling. Sebagai contoh seseorang anak melihat dan mendengar kucing mengeong, tiga hari kemudia ia melihat kembali binatang tersebut, tiba-tiba anak menunjuk sambil mengatakan itu kucing!, atau ketika anak sedang duduk kemudian ia mendengar ada suara meoong, tiba-taba ia menyebut ada kucing. Ini menunjukkan bahwa anak telah mampu mengidentifikasi tentang binatang yang disebut kucing. Gambaran tentang kucing sudah masuk ke dalam struktur kognitif anak. Dan inilah yang dimaksud dengan proses memori atau daya ingat.

Pada dasarnya memori atau daya ingat dikelompokkan menjadi dua yaitu ingatan jangka pendek (short term memory) dan ingatan jangka panjang (long term memory). Ingatan jangka pendek adalah proses merekontruksi informasi setelah melihat atau mendengar yang ditangkap melalui sensoris lainnya, rekontruksi itu terjadi dalam waktu yang relatif pendek (satuan detik). Misalnya, anak melihat beberapa obyek (segi tiga, segi empat dan lingkaran) setelah beberapa detik obyek itu diambil, kemudian anak ditanya, apa yang tadi kamu lihat ? Jika anak dapat menyebutkan kembali obyek yang dilihat dalam beberapa detik yang lalu itu, maka proses mengingat melalui memori jangka pendek telah terjadi. Dan ini menunjukkan bahwa anak tersebut telah memiliki kemampuan mengingat dalam waktu yang relatif singkat (memori jangka pendek). Proses seperti itulah yang dimaksud dengan memori jangka pendek.
Ingatan jangka panjang (long term memory) adalah proses merekontruksi informasi setelah melihat atau mendengar atau menangkapnya melalui sensoris lain dalam rentang waktu yang cukup lama (beberapa hari, minggu, bulan atau tahun ), dan tetap masih diingatnya. Sebagai contoh: seorang anak belajar dengan seorang guru selama periode tertentu. Dalam rentang waktu yang cukup lama ia tidak lagi bertemu dengan guru tersebut. Pada satu ketika anak bertemu kembali dengan gurunya, dan ternyata ia masih mengenal gurunya itu dengan baik. Proses ini yang disebut dengan ingatan jangka panjang. Contoh lain. Misalnya; saat ini kita masih tetap dapat mengenal teman-teman sekelas ketika duduk di SD 30 tahun yang lalu.
Kembali kemasalah proses persepsi dan pengindraan hubungannya dengan terbentuknya konsep dan pengetahuan dapat diuraikan dengan menjelaskan bagaimana proses pengindraan dan persepsi terjadi. Pengindraan sebetulnya merupakan proses fisiologis. Apa yang diindra selanjutnya ditrasfer ke otak dan membentuk sebuah gambaran. Namun hasil pembentukkan di otak tidak selamanya memberi gambaran seperti yang diindranya. Misalnya, seorang anak diminta untuk mengamati huruf /d/, disamping huruf tersebut berderet huruf-huruf seperti. /p/, /b/, /d/, /a/. Apabila anak dapat menunjukkan huruf (d) pada deretan huruf–huruf tadi, maka proses persepsi telah terjadi karena ada penafsiran yang sama. Tetapi jika yang ditunjuk adalah huruf /a/, maka yang terjadi hanya proses pengindraan. Sebetulnya anak melihat huruf /d/, tetapi apa yang dilihatnya tidak membentuk gambaran yang benar. Secara fisiologis ia tidak mengalami gangguan penglihatan, akan tetapi ia tidak dapat menafsirkan obyek yang dilihat dan inilah yang dimaksud mengalami gangguan persepsi
Categories: Identifikasi & Asesmen Anak Berkebutuhan KhususTips-tips menangani anak berkebutuhan khusus | 1 Comment

Jenis-jenis Persepsi

Pada bagian ini akan dibahas berbagai jenis persepsi, yaitu persepsi auditori dan persepsi visual berbagai jenis persepsi tersebut memiliki kaitan yang sangat erat dengan belajar akademik. Terjadinya gangguan pada salah satu jenis persepsi tersebut dapat menimbulkan masalah dalam belajar akademik.
A. Persepsi auditori
Salah satu modalitas pengamatan dalam berpersepsi yaitu pendengaran. Mendengar adalah menangkap bunyi-bunyi suara dengan indra pendengaran. Mendengarkan bukan hanya melibatkan unsur jasmaniyah, namun juga melibatkan unsur psikologis seperti perhatian, interpretasi, dan penyimpanan.
Sebagaimana yang dikemukakan Lerner (1988:285) berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa banyak anak yang berkesulitan belajar membaca memiliki kesulitan auditoris, linguistik, dan fonologis. Anak-anak tersebut tidak memiliki masalah dalam ketajaman pendengaran, tetapi memiliki ketidak mampuan dalam persepsi auditoris, yaitu kemampuan untuk memahami dan menginterpretasikan segala sesuatu yang didengar. Persepsi auditoris dapat dibagi menjadi lima bagian, yaitu :
  1. Kesadaran fonologis, adalah kesadaran bahwa bahasa dapat dipecah ke dalam kata, suku kata, dan fonem (bunyi huruf). Mereka tidak bisa mengingat atau membedakan bunyi berbagai kata dan juga tidak dapat mengingat jumlah bunyi dalam satu kata. Konsekuansi dari tidak adanya kesadaran fonoogis tersebut adalah anak menjadi tidak dapat memahami dan tidak dapat menggunakan prinsip alfabetik yang diperlukan untuk belajar fonik dan membaca kata-kata.
  2. Diskriminasi auditoris, adalah kemampuan mengingat perbedaan antara bunyi-bunyi fonem dan mengidentifikasi kata-kata yang sama dengan kata-kata yang berbeda. Anak yang memiliki kesulitan dalam diskriminasi auditoris mungkin akan sulit membedakan antara kata kakak dengan bapak atau antara ibu dengan abu.
  3. Ingatan auditoris merupakan kemampuan untuk menyimpan dan mengingat sesuatu yang didengar. Sebagai contoh, anak dapat diminta untuk melakukan tiga aktifitas, seperti menutup jendela, membuka pintu, dan meletakkan kotak di atas meja. Perintah-perintah semacam ini dapat digunakan untuk mengetahui ingatan auditoris seorang anak.
  4. Urutan auditoris merupakan kemampuan memngingaturutan hal-hal yang disampaikan secara lisan. Urutan alfabet, nama-nama hari, dan nama-nama bulan adalah contoh urutan penting yang perlu dikuasai oleh anak.
  5. Perpaduan auditoris, adalah kemampuan memaduka elemen-elemen fonik tunggal atau berbagai fonem menjadi suatu kata yang utuh. Anak dengan ketidakmampuan dalam perpaduan auditoris akan mengalami kesulitan untuk memadukan fonem-fonem “m-a-i-n” untuk membentuk kata “main”.
 B. Persepsi visual  
Modalitas pengamatan kedua dalam berpersepsi yaitu penglihatan. Melihat adalah menangkap informasi dengan indra penglihatan. Melihat bukan hanya melibatkan unsur jasmaniyah, namun juga melibatkan unsur psikologis seperti perhatian, interpretasi, dan penyimpanan.
Persepsi visual memainkan peranan yang sangat penting dalam belajar di sekolah, terutama membaca. Anak dengan gangguan persepsi visual akan mengalami kesulitan untuk membedakan bentuk-bventuk geometri, huruf-huruf atau kata-kata. Ada lima jenis persepsi visual, yaitu :
  1. hubungan keruangan (spatial relation), menunjuk pada persepsi tentang posisi berbagai objek dalam ruang. Dimensi fungsi visual ini mengimplikasikan persepsi tentang tempat suatu objek atau simbol (gambar, huruf, angka) dan hubungan keruangan yang menyatu dengan sekitarnya. Dalam membaca, kata-kata harus dilihat sebagai keseluruhan yang terpisah yang dikelilingi oleh ruang. Kemampuan hubungan keruangan merupakan bagian yang sangat penting dalam belajar matematika.
  2. diskriminasi visual (visual discrimination), menunjuk pada kemampuan membedakan suatu objek dari objek yang lain. Dalam tes kesiapan belajar misalnya, anak mungkin diminta menemukan gambar kelinci yang bertelinga satu dari sederetan kelinci yang bertelinga dua. Jika anak diminta membedakan huruf n dengan m, ia harus mengetahui jumlah bongkol pada tiap huruf tersebut. Keterampilan memasangkan gambar, bentuk, atau kata-kata yang sama adalah bentuk tugas diskriminasi visual yang lain. Berbagai objek mungkin dibedakan oleh warna, bentuk, pola, ukuran, posisi atau kecemerlangan mereka. Kemampuan membedakan berbagai huruf dan kata secara visual merupakan bagian yang esensial dalam belajar.
  3. diskriminasi bentuk dan latar belakang (figure-ground discrimination), menunjuk pada kemampuan membedakan suatu objek dari latar belakang yang mengelilingi. Anak yang memiliki kekurangan dalam bidang ini tidak dapat memusatkan perhatian pada suatu objek karena sekeliling objek tersebut ikut mempengaruhi perhatiannya. Akibat dari keadaan semacam ini anak menjadi terkecoh perhatiannya oleh berbagai rangsangan yang berada di sekitar objek yang harus diperhatikan.
  4. visual colsure, menunjuk pada kemampuan mengingat dan mengidentifikasi suatu objek meskipun objek tersebut tidak diperlihaykan secara keseluruhan. Seotrang pembaca yang baik misalnya, ia dapat membaca kalimat secara utuh meskpun ada sebagian yang ditutup.bagi dia, ada cukup kata atau huruf sebagai petunjuk untuk memecahkan masalah pada bagian kalimat yang tersisa.
  5. mengenal objek (object recognition), menunjuk pada kemampuan mengenal sifat berbagai objek pada saat mereka memandang. Pengenalan tersebut mencakup berbagai bentuk geometri, hewan, huruf, angka, kata, dan sebagainya.
Suatu analisis tentang persepsi visual telah dibuat oleh Money pada tahun 11966 (Lerner, 1981:216) berkenaan dengan hubungan dunia perseptual berbagai objek dengan dunia perseptual huruf dan kata. Suatu generalisasi perseptual yang dibuat oleh anak pada taha perkembangan sebelum belajar membaca adalah melalui hukum ketetapan objek. Berdasarkan hukum ini anak menyimpulkan bahwa suatu objek tetap masih sama nama maupun artinya tanpa memperhatikan posisi keberadaannya, arah mukanya, atau adanya sedikit perubahan melalui penambahan atau pengurangan. Sebuah meja, misalnya, tetap sebuah meja tanpa menghiraukan apakah meja itu berkaki satu atau berkaki empat, berada di ruang makan atau di ruang tamu, atau apakah dilapisi kaca atau tudak.
Pada saat menghadapi berbagai huruf dan kata, anak menguji kebenaran generalisasi perseptual yang telah dipercaya kebenarannya. Pada saat ini anak mulai belajar bahwa penempatan sebuah lingkaran pada satu tongkat, di kiri atau di kanan tongkat, di atas atau di bawah, telah mengubah nama huruf  b menjadi d kemudian menjadi p dan selanjutnya menjadi q. Begitu pula dengan letak huruf, yang dapat mengubah kata ibu menjadi ubi, kata palu menjadi lupa, merupakan suatu peristiwa membingungkan anak. Implikasi dari peristiwa semacam itu adalah, anak harus diajak memformulasikan generalisasi perseptual mereka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silakan posting komentar Anda, insya Allah berguna...