Minggu, 30 November 2014

DVD MUROTTAL 4 MODE untuk Tilawah, Hafalan & Muroja'ah



DVD Murottal Al-Qur'an 4 Mode untuk Tilawah, Hafalan dan Muroja’ah. 1 DVD berisi: MP3 per surat, per juz, per halaman dan per ayat. Infaq minimal Rp.100.000,-. Seluruh keuntungan penjualan DVD akan digunakan untuk: PEMBIBITAN WIRAUSAHA DAN PENGHAFAL AL-QUR’AN.

Cara pemesanan :  Ketik: DVD_Nama_Alamat Lengkap_No.HP  Kirim ke: 081289584947
DVD BISA DIKIRIM DAHULU, PEMBAYARAN SETELAH DVD SAMPAI

Informasi lebih lanjut silakan hubungi kami:
081289584947 (WA), Pin BB: 7D657864



Jumat, 21 November 2014

Pentingnya Mengajarkan Al-Quran Sejak Dini

Orang tua mana yang tidak bangga jika memiliki anak di usia dini (seusia anak SD) sudah pintar membaca Al Qur’an. Terlebih lagi yang mampu hafal Al Qur’an 30 Juz. Mungkin, tidak hanya orangtuanya yang bangga, tapi orang lain pun akan sangat kagum dengan kehebatan anak kita.
 

Sayangnya, pada zaman kita saat ini munculnya seorang anak yang masih kecil hafal Al Qur’an, menjadi barang yang sangat langka, hal ini tentu bertolak belakang dengan anak-anak jaman sekarang, umumnya mereka tidak bisa membaca Al Qur’an.
 

Begitu semangatnya para orang tua yang ingin anaknya menguasai dan hafal Al Qur’an 30 Juz di usia dini, telah mendorong para orang tua melakukan usaha dengan berbagai cara. Entah cara tersebut selaras atau tidak dengan perkembangan jiwa anak, entah sesuai atau tidak dengan hak-hak anak, yang penting anak bisa hafal Al Qur’an.
 

Akhirnya, keinginan dan harapan untuk bisa hafal Al Qur’an di usia dini bukan merupakan kesadaran seorang anak yang ditanamkannya sejak dini. Tetapi lebih pada keinginan para orang tua yang cenderung dipaksakan. Lucunya lagi, orang tuanya justru banyak yang tidak bisa atau tidak punya kemampuan dalam membaca dan menghafal Al-Qur’an.
Jika kita mengamati perjalanan proses belajar mengajar di lembaga semacam pondok pesantren yang menampung anak-anak kecil seusia SD, untuk dididik menjadi penghafal Al-Qur’an 30 Juz. Mereka tinggal di pondok selama 24 jam dan jauh dari orang tua. Padahal sebenarnya anak seusia SD masih sangat membutuhkan kasih sayang dan perhatian orang tuanya.
Masa kecil adalah masa di mana seorang anak ingin dekat dengan orang tuanya dan ingin mendapatkan bimbingan langsung dari orang tua. Hanya karena idealisme orang tualah, akhirnya mereka harus rela terpisah dengan orang tua. Jika pun mereka dapat bertemu hanya sesaat semata, kalaupun ingin memberikan perhatian pada sang buah hati biasanya uang saja yang datang.
Jika saja seorang anak bisa berargumen, mungkin dirinya akan mencoba meluruskan idealisme orang tuanya. Akan tetapi bagaimana mungkin anak sekecil itu mampu menolak. Bahkan, dia menangis meronta pun orangtua akan tetap bersikukuh meninggalkannya di pesantren bersama sang ustadz. Karena orang tua, senantiasa memberikan nasehat, bahwa semua yang dilakukannya demi masa depan dirinya.
Keinginan orang tua untuk memiliki anak yang hafal Al Qur’an 30 juz dengan cara seperti ini, jelas tidak realitis dengan kondisinya. Dirinya berkeinginan anaknya bisa hafal Al Qur’an 30 juz, bagaikan sosok Imam Syafi’i yang mampu hafal Al Qur’an 30 Juz di usia dini, yakni 7 tahun. Tetapi perangkat dan kemampuan yang dimiliki para orang tua tidak cukup memberikan dukungan terhadap cita-cita tersebut. Beberapa perbedaan nyata antara kita dan Imam Syafii antara lain:

Silsilah atau garis keluarga, kebanyakan kita tidak memiliki sisilah keluarga yang paham Islam ataupun hafal Al Qur’an, beda jauh dari silsilah imam Syafii bukan?
Lingkungan dimana kita tinggal, tidak sebagaimana lingkungan zaman Imam Syafi’i, yang begitu menghargai pendalaman ilmu Al-Quran.
Dari sisi bahasa, bukankah membaca buku dalam bahasa Indonesia jauh lebih mudah dibanding bahasa lain? Lalu kira-kira, orang mana yang lebih mudah memahami sekaligus menghafal Al Quran?.

Saya tidak bermaksud untuk menghalangi Anda mendidik anak usia dini bisa hafal Al Qur’an, asal keinginan tersebut memang selaras dengan perkembangan anak dan tidak perlu harus ditarget untuk hafal 30 Juz di usia dini (yang terpenting bisa hafal Al Qur’an, mungkin di usia SLTA baru hafal Al Qur’an, atau syukur-syukur di usia SLTP sudah hafal Al Qur’an 30 Juz), terlebih lagi jika keinginan tersebut harus memisahkan anak anda dari diri anda selaku orang tua.
 

Biarkan anak Anda menikmati masa kanak-kanaknya dengan nyaman berserta Anda disampingnya. Penuhilah hak anak dengan sempurna, agar dia kelak nanti ketika tumbuh besar atau dewasa tidak menuntut haknya kembali pada Anda selaku orang tua. Berikan kasih sayang dengan tulus dengan baik, selagi mereka bersama-sama Anda. Ajarkan Al Qur’an pada anak kita dengan semampunya dan alamiyah saja, tanpa harus menghilangkan hak anak kita bermain, tanpa harus memisahkan anak kita dari kita selaku orang tua.
Mengajarkan Al-Qur’an selaras dengan perkembangan anak, sebagaimana yang saya sampaikan di atas akan terwujud dengan baik, jika pengajaran Al-Qur’an tersebut langsung dipegang oleh para orang tua atau bisa juga Anda titipkan pada seorang guru qiroah, namun anak Anda setiap hari masih bisa ketemu dengan Anda.
 

Kalau kita melihat hikmah pengajaran shalat untuk anak. Rasulullah n memberikan tuntunan pada usia 7 tahun anak diajak dan disadarkan untuk sholat, jadi tanpa diberikan sanksi, tetapi jika anak sudah mencapai usia 10 tahun anak tetap tidak sholat, ia baru diseri sanksi. Jika seorang anak sudah baligh maka ia tidak boleh meninggalkan sholat sampai akhir hayat.
Jika untuk shalat yang merupakan kewajiban yang paling utama saja, Islam sangat menghormati perkembangan dan kepribadian anak, sampai benar-benar siap dan mampu menjalankan amanah dengan benar. Tapi, mengapa dalam bersoalan membaca Al Qur’an kita seringkali mengabaikan perkembangan dan kepribadian anak.
 

Saya punya pengalaman yang menarik terkait tema di atas, tepatnya pada saat saya dulu mengajar tahfizh shighor (anak-anak usia SD) di salah satu pondok pesantren. Pada waktu itu, anak-anak yang saya bimbing berumur 6 hingga 9 tahun, proses bimbingan tahfizh yang lakukan tidak bisa berjalan dengan baik, bahkan target dan kualitas hafalan pun sangat buruk sekali, saya sediri waktu itu heran dan bertanya-tanya.
Setelah saya selidiki, ternyata banyak dari mereka yang sering menangis tanpa sebab, ketika ditanya, mereka menjawab, ”Kangen sama Umi”. Saat saya membimbing mereka, mereka umumnya mengalami kegoncangan kepribadian, tidak seperti anak-anak yang tumbuh bersama orang tuanya.
Bahkan belum lama ini saya mendengar dari seorang teman lama, bahwa anaknya si A yang dulu –pada saat mondok- berumur 6 tahun itu, sekarang telah telah berumur 20 tahun. Saat ini anaknya sudah tidak mau mondok dengan alasan bosan, tidak mau sekolah dan juga tidak mau bekerja. Aktivitasnya di rumah hanya bersama Uminya, santai, bermain-main dan berjalan-jalan saja.
 

Dia juga tidak mau merampungkan menghafalnya Seakan anak ini ingin mengganti masa kecil dulu yang takkan pernah kembali, padahal sekaranglah seharusnya dirinya siap untuk ke luar untuk beramal dan mencari pengalaman hidup. Cerita yang saya sampaikan ini mungkin saja mewakili sekian banyak anak yang terampas hak-haknya oleh para orang tuannya sendiri.
Sebagai akhir tulisan, semestinyalah pendidikan Al Qur’an anak-anak kita kembali kepada diri kita selaku orang tua. Sebagai ibu yang amanah, wajib bagi kita membekali diri kita dengan Al Qur’an, sehingga tidak perlu kita renggut kebebasan masa kecil anak kita dari bermain dan dekat bersama kita. Allahummarhamnaa bil Quran..

Maroji' :
Oleh Ustadzah Romlah Al-Hafadzah Fillah

Senin, 27 Oktober 2014

Lima Poin Pendidikan Anak dalam Islam

Bunda, apakah ilmumu hari ini? Sudahkah kau siapkan dirimu untuk masa depan anak-anakmu? Bunda, apakah kau sudah menyediakan tahta untuk tempat kembali anakmu? Di negeri yang Sebenarnya. Di Negeri Abadi? Bunda, mari kita mengukir masa depan anak-anak kita. Bunda, mari persiapkan diri kita untuk itu.
Hal pertama Bunda, tahukah dikau bahwa kesuksesan adalah cita-cita yang panjang dengan titik akhir di Negeri Abadi? Belumlah sukses jika anakmu menyandang gelar atau jabatan yang tertinggi, atau mengumpulkan kekayaan terbanyak. Belum Bunda, bahkan sebenarnya itu semua tak sepenting nilai ketaqwaan. Mungkin itu semua hanyalah jalan menuju ke Kesuksesan Sejati. Atau bahkan, bisa jadi, itu semua malah menjadi penghalang Kesuksesan Sejati.
Gusti Allah Yang Maha Mencipta Berkata dalam KitabNya:
“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam syurga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan.” (QS 3:185)
Begitulah Bunda, hidup ini hanya kesenangan yang menipu, maka janganlah tertipu dengan tolok ukur yang semu. Pancangkanlah cita-cita untuk anak-anakmu di Negeri Abadi, ajarkanlah mereka tentang cita-cita ini. Bolehlah mereka memiliki beragam cita-cita dunia, namun janganlah sampai ada yang tak mau punya cita-cita Akhirat.
Kedua, setelah memancangkan cita-cita untuk anak-anakmu, maka cobalah memulai memahami anak-anakmu. Ada dua hal yang perlu kau amati:
Pertama, amati sifat-sifat khasnya masing-masing. Tidak ada dua manusia yang sama serupa seluruhnya. Tiap manusia unik. Pahami keunikan masing-masing, dan hormati keunikan pemberian Allah SWT.
Yang kedua, Bunda, fahami di tahap apa saat ini si anak berada. Allah SWT mengkodratkan segala sesuatu sesuai tahapan atau prosesnya.
Anak-anak yang merupakan amanah pada kita ini, juga dibesarkan dengan tahapan-tahapan.
Tahapan sebelum kelahirannya merupakan alam arwah. Di tahap ini kita mulai mendidiknya dengan kita sendiri menjalankan ibadah, amal ketaatan pada Allah dan juga dengan selalu menjaga hati dan badan kita secara prima. Itulah kebaikan-kebaikan dan pendidikan pertama kita pada buah hati kita.
Pendidikan anak dalam Islam, menurut Sahabat Ali bin Abitahalib ra, dapat dibagi menjadi 3 tahapan/ penggolongan usia:
  1. Tahap BERMAIN (“la-ibuhum”/ajaklah mereka bermain), dari lahir sampai kira-kira 7 tahun.
  2. Tahap PENANAMAN DISIPLIN (“addibuhum”/ajarilah mereka adab) dari kira-kira 7 tahun sampai 14 tahun.
  3. Tahap KEMITRAAN (“roofiquhum”/jadikanlah mereka sebagai sahabat) kira-kira mulai 14 tahun ke atas.
Ketiga tahapan pendidikan ini mempunyai karakteristik pendekatan yang berbeda sesuai dengan perkembangan kepribadian anak yang sehat. Begitulah kita coba memperlakukan mereka sesuai dengan sifat-sifatnya dan tahapan hidupnya.
Hal ketiga adalah memilih metode pendidikan. Setidaknya, dalam buku dua orang pemikir Islam, yaitu Muhammad Quthb (Manhaj Tarbiyah Islamiyah) dan Abdullah Nasih ’Ulwan (Tarbiyatul Aulad fil Islam), ada lima Metode Pendidikan dalam Islam.
Yang pertama adalah melalui Keteladanan atau Qudwah, yang kedua adalah dengan Pembiasaan atau Aadah, yang ketiga adalah melalui Pemberian Nasehat atau Mau’izhoh, yang keempat dengan melaksanakan Mekanisme Kontrol atau Mulahazhoh, sedangkan yang terakhir dan merupakan pengaman hasil pendidikan adalah Metode Pendidikan melalui Sistem sangsi atau Uqubah.
Bunda, jangan tinggalkan satu-pun dari ke lima metode tersebut, meskipun yang terpenting adalah Keteladanan (sebagai metode yang paling efektif).
Setelah bicara Metode, ke empat adalah Isi Pendidikan itu sendiri. Hal-hal apa saja yang perlu kita berikan kepada mereka, sebagai amanah dari Allah SWT.
Setidak-tidaknya ada 7 bidang. Ketujuh Bidang Tarbiyah Islamiyah tersebut adalah: (1) PendidikanKeimanan (2) Pendidikan Akhlaq (3) Pendidikan Fikroh/ Pemikiran (4) Pendidikan Fisik (5) PendidikanSosial (6) Pendidikan Kejiwaan/ Kepribadian (7) Pendidikan Kejenisan (sexual education). Hendaknya semua kita pelajari dan ajarkan kepada mereka.

Lowongan Guru SD dan Tata Usaha

Sekolah Dasar Islam Terpadu (SDIT) Wirausaha Indonesia membutuhkan: 


GURU KELAS, persyaratan: 
1. Pria/Wanita, usia maksimal 35 tahun
2. Pendidikan S-1 Pendidikan
3. Bisa menulis dan membaca Al-Qur'an dengan baik dan benar
4. Menguasai komputer (MS Word, Excel & Power Point)
5. Memahami administrasi guru
6. Berpengalaman di Sekolah Dasar Islam Terpadu (SDIT)
7. Tinggal di sekitar Cikarang Utara



TATA USAHA, persyaratan:
1. Pria/Wanita, usia maksimal 30 tahun 
2. Pendidikan minimal SMA/sederajat
 
3. Bisa menulis dan membaca Al-Qur'an dengan baik dan benar
 
4. Menguasai komputer (MS Word, Excel & Power Point)
 
5. Memahami administrasi sekolah
 
6. Tinggal di sekitar Cikarang Utara
 

Lamaran diantar langsung ke 
SDIT Wirausaha Indonesia
Jl. Nakula Raya No.1-4 Perumahan Grand Cikarang City Blok C9 
 Telp. 0813-17517835

Jumat, 24 Oktober 2014

Peringatan Tahun Baru 1 Muharram 1436 Hijriyah

SELAMAT TAHUN BARU 1 MUHARRAM 1436 H


Sambut Indonesia yang Lebih Sejahtera, Bermartabat dan Mandiri.

Peringatan Tahun Baru 1 Muharram kali ini adalah siswa berbaris rapih dengan membawa tulisan-tulisan penggugah semangat. Pawai siswa dilakukan dimulai dari sekolah, kemudian berjalan santai ke blok A dan B di Perumahan Grand Cikarang City. 

Setelah kembali ke sekolah, setiap siswa mendapatkan makanan ringan untuk dinikmati secara bersama-sama teman-temannya.

Semoga tahun baru Islam kali akan membawa dampak yang besar pada perubahan, khususnya di SDIT Wirausaha Indonesia. Amiiin.

Kamis, 23 Oktober 2014

Kurikulum 2013, Kesiapan Guru SDIT Wirausaha Indonesia

Peran guru dalam proses pembelajaran sangatlah penting. Sekalipun di Era Globalisasi, dimana teknologi komputer yang berkembang dengan pesat menggantikan sebagian pekerjaan manusia. Namun kedudukan guru tidak dapat digantikan dengan media lain. Hal ini menunjukkan bahwa peran guru tetap diperlukan dalam keadaan apapun.
Guru harus memiliki kesiapan baik materiil maupun psikologi. Dalam hal aspek kesiapan materiil, guru harus menguasai panduan mengajar khususnya dengan KURIKULUM 2013 yang sudah dicanangkan pemerintah beberapa waktu yang lalu.
Proses Pembelajaran akan terjadi manakala terdapat interaksi atau hubungan timbal balik antara siswa dengan lingkungannya dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Hubungan timbal balik ini merupakan syarat terjadinya proses pembelajaran yang di dalamnya tidak hanya menitikberatkan pada transfer of knowledge, akan juga transfer of value. Transfer of knowledge dapat diperoleh siswa dari media-media belajar, seperti buku, majalah, museum, internet, guru, dan sumber-sumber lain yang dapat menambah pengetahuan siswa. 
Insya Alloh SDIT Wirausaha Indonesia siap dengan kebijakan pemerintah yang sudah menggunakan Kurikulum 2013 mulai semester ini, antara lain dengan sudah selesai dicetaknya BUKU PEGANGAN GURU.  

Rabu, 22 Oktober 2014

Melatih Kepedulian Peserta Didik

Tidak hanya berprestasi di sekolah dalam hal pelajaran saja, tetapi mendidik anak tentang kepribadian dengan menumbuhkan kepedulian sosial yang tinggi terhadap sesama juga tidak kalah pentingnya.
Kepedulian sosial adalah suatu nilai penting yang harus dimiliki seseorang karena terkait dengan nilai kejujuran, kasih sayang, kerendahan hati, keramahan, kebaikan dan lain sebagainya. Untuk memiliki sikap kepedulian sosial memang dibutuhkan tingkat kematangan tertentu. Memang sulit mendidik anak tentang kepedulian sosial, namun bukan berarti mereka tidak perlu belajar. Secara perlahan anak akan mengerti tentang pentingnya sikap peduli terhadap sesama sejak usia dini. 
1. Menunjukan atau memberikan contoh sikap kepedulian sosial.
Memberikan nasihat pada anak tanpa disertai dengan contoh langsung Anda tidak akan memberikan efek yang besar. Jika sikap Anda dalam kehidupan sehari-hari menunjukan sikap peduli pada sesama maka kemungkinan besar anak akan mengikutinya.
2. Melibatkan anak dalam kegiatan sosial.
Biasakan untuk mengajak anak dalam kegiatan sosial seperti memberikan sumbangan ke panti asuhan dan berzakat.
3. Tanamkan sifat saling menyayangi pada sesama.
Menanamkan sifat saling menyayangi pada sesama dapat diterapkan dari rumah, misalnya dengan membantu orang tua, kakak ataupun menolong teman yang jatuh.
4. Memberikan kasih sayang pada anak.
Dengan orang tua memberikan kasih sayang maka anak akan merasa aman dan disayangi, dengan hal itu kemungkinan anak akan memiliki sikap peduli pada orang lain yang ada disekitarnya. Sedangkan anak yang kurang mendapatkan kasih sayang justru akan cenderung tumbuh menjadi anak yang peduli pada dirinya sendiri.
5. Mendidik anak untuk tidak membeda-bedakan teman.
Mengajarkan pada anak untuk saling menyayangi terhadap sesama teman tanpa membedakan kaya atau miskin, warna kulit dan juga agama. Berikan pengertian bahwa semua orang itu sama yaitu ciptaan Alloh subhanahu wa ta'ala.

Ekstrakurikuler Seni Rupa

Untuk menghadapi dan mengarungi kehidupan yang semakin ketat dalam persaingan, ternyata tak cukup hanya dengan intelegensia saja. Kreativitas pun tak kalah pentingnya. Nah, apa saja yang bisa kita lakukan untuk menciptakan anak yang kreatif?
Dalam belajar kita diharapkan dapat menggunakan kedua belahan otak, kanan dan kiri secara seimbang, pasalnya, kedua belahan otak tersebut daling bergantung dan mendukung satu sama lain. ” Apabila tidak digunakan secara seimbang maka belahan otak yang jarang digunakan akan mengalami hambatan-hambatan dalam menjalankan fungsinya. 

Bisa jadi hal inilah yang menjadi penyebab munculnya kenyataan buruk yang dialami anak-anak. Ini terjadi karena dalam sistem belajar negara kita cenderung lebih sering menggunakan belahan otak kiri sementara belahan otak kanan sangat jarang digunakan malah terkesan diabaikan sehingga menjadikan anak-anak kita kurang kreatif. Dengan kata lain mereka hanya dituntut untuk berprestasi dari sisi akademik yang mengandalkan intelegensia saja. Ditambah lagi di sekolah-sekolah para guru lebih cenderung menekankan pada pelajaran menulis, menghitung, menghafal yang justru menjadikan anak tak berpikir kreatif. Karena fungsi imajinasi yang terletak di belahan otak kanan diabaikan.

Salah satu fungsi belahan otak kanan adalah mengontrol hal-hal yang bersifat non-verbal, holistik, intuitif serta imajinatif. “Intuisi dan imajinasi adalah hal-hal yang dibutuhkan dalam kreativitas yaitu kemampuan yang mencerminkan kelancaran, keluwesan, dan orisinalitas dalam berpikir serta kemampuan untuk mengelaborasi atau mengembangkan,memperkaya dan merinci suatu gagasan.

Ada beragam alasan mengapa kreativitas harus dikembangkan sejak dini. Diantaranya karena kreativitas sangat berpengaruh dalam kehidupan anak sehari-hari dan terutama untuk mempersiapkan anak menghadapi era globalisasi . Kreativitas juga memiliki kegunaan lain:
- Membantu anak mengaktualisasi atau menunjukkan dirinya
- Memungkinkan anak berpikir kreatif untuk melihat berbagai kemungkinan pemecahan sebuah masalah.
- Memberikan kepuasan pada anak yang bisa bersibuk diri secara kreatif
- Memungkinkan seorang anak meningkatkan kualitas hidupnya.

Lowongan Guru dan Tata Usaha

Sekolah Dasar Islam Terpadu (SDIT) Wirausaha Indonesia membutuhkan karyawan untuk posisi:

GURU KELAS (persyaratan sesuai tertera di pamflet)

TATA USAHA, dengan persyaratan:
1. Pria/Wanita, usia maksimal 30 tahun 
2. Pendidikan minimal SMA/sederajat
3. Bisa menulis dan membaca Al-Qur'an
4. Menguasai komputer (MS Word, Excel & Power Point)
5. Memahami administrasi sekolah
6. Tinggal di sekitar Cikarang Utara 

Lamaran di antar langsung ke SDIT Wirausaha Indonesia 
Jl. Nakula Raya No.1-4 Perumahan Grand Cikarang City Blok C9
Telp. 0813-17517835

Senin, 13 Oktober 2014

Melatih Kepemimpinan

Membangun jiwa kepemimpinan sejak dini merupakan program pembelajaran yang harus dilakukan.
Termasuk di SDIT Wirausaha Indonesia. Sejak mereka masuk sekolah ini, mereka sudah dibiasakan bagaimana memimpin teman-temannya di kelasnya atau teman-teman di lain kelasnya.

Salah satu kewajiban ummat ini adalah mempersiapkan para pemimpin yang akan memimpin mereka kelak. Insya Alloh pada suatu saat nanti, sosok pemimpin yang memiliki ilmu manajemen yang kuat, akidah yang kokoh dan memiliki jiwa wirausaha yang tidak diragukan lagi bukan perkara sulit. Dari sekolah inilah insha Alloh kepemimpinan itu akan dilahirkan. Amiiin.

Kamis, 09 Oktober 2014

Pelaksanaan Qurban Sekolah

Qurban Sekolah, 07 Oktober 2014 (12 Zulhijjah 1435H)
Alloohu Akbar...Alloohu Akbar...Alloohu Akbar... Pelaksanaan Qurban SDIT Wirausaha Indonesia dilaksanakan pada hari Selasa tanggal, 07 Oktober 2014, bertepatan tanggal, 12 Zulhijjah 1435H bertempat di halaman SDIT Wirausaha Indonesia.

SDIT Wirausaha Indonesia sudah tiga kali melakukan Qurban Sekolah, yaitu :
1. Tahun 2012, berqurban sapi 1 ekor dan kambing 1 ekor
2. Tahun 2013, berqurban kambing 3 ekor
3. Tahun 2014, berqurban kambing 2 ekor

Ada perbedaan pelaksanaan qurban kali ini, yaitu kalau biasanya dilaksanakan pada hari H Idul Adha disaat siswa libur. Kali ini pelaksanaan qurban dilaksanakan pada saat siswa masuk sekolah. Hal ini bertujuan agar siswa benar-benar memahami proses pembelajaran qurban.

Semoga peserta didik akan semakin memahami makna dan hakikat idul qurban, yaitu semangat yang telah dicontohkan oleh nabiyulloh Ibrahim AS dan Ismail AS. Amiiin. 

Rabu, 01 Oktober 2014

Makna Qurban bagi Anak-Anak

A. SEJARAH IDUL KURBAN
Ibadah qurban dilakukan umat islam dengan melaksanakan  penyembelihan  hewan kurban pada saat hari raya Idul Adha dengan tujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Dengan demikian qurban dapat dipahami sebagai media untuk mengantarkan seorang hamba agar lebih dekat kepada Tuhannya.
Perintah untuk berkurban bahkan telah dimulai sejak awal peradaban manusia. Dua putra Adam yakni Qobil dan Habil diperintahkan untuk mempersembahkan hasil pertanian dan peternakan mereka  sebagai bentuk pengabdian dan rasa syukur. Namun perintah itu disikapi berbeda, Habil mempersembahkan yang terbaik dari hewan ternaknya sementara Qobil memberikan hasil pertaniannya yang sudah rusak dan jelek. Maka Allah pun hanya menerima persembahan Habil dan menolak persembahan dari yang lainnya. (QS. Al-Maidah : 27)
Sejarah kurban menjadi fenomenal ketika Nabi Ibrahim as mendapat perintah dari Tuhan untuk menyembelih putranya Ismail. Perintah yang tak lazim ini sempat membuat ia bimbang apakah benar datang dari Tuhan atau hanya sekedar bunga mimpi belaka. Perintah inipun akhirnya dilaksanakan setelah mendapat kepastian kebenarannya dari Allah SWT. Karena kesungguhan dan keikhlasan  keduanya melaksanakan perintah, lalu Allah mengganti sembelihan itu dengan seekor domba besar (QS. As shaffaat : 102-107).
Pada masa Islam, Kurban ditetapkan menjadi ibadah tersendiri dengan menyembelih hewan kurban untuk kemudian mendistribusikan sembelihan tersebut kepada fakir miskin dan orang- orang yang membutuhkan.
Hewan kurban merupakan simbol harta kekayaan yang dicintai. Oleh  sebab itu di balik perintah berkurban tersimpan makna bahwa untuk dekat dengan  Allah SWT seseorang harus rela berkorban dengan menghadirkan yang terbaik dari apa yang dimilikinya.  Hal inilah yang  telah ditunjukkan oleh Habil sehingga persembahan kurbannya dapat diterima. Demikikan juga terhadap Ibrahim, demi menjalankan perintah, anak semata wayang yang paling disayangi ia relakan untuk disembelih. Padahal untuk kelahiran putra satu satunya itu Ibrahim telah sangat lama  menunggu dan merindukan kehadirannya.
Ismail lahir setelah Ibrahim berumur seratus dua puluh tahun sementara istrinya Siti Hajar  berusia sembilan puluh sembilan tahun. Kelahiran Ismail pun sempat membuat keduanya merasa kaget dan heran, setengah tak percaya apa mungkin mereka akan mendapatkan keturunan (QS. Hud:72). Ismail sendiri berasal dari bahasa Ibrani yang seakar dengan bahasa arab dari kata sami’a yang berarti mendengar. Yakni anak yang dilahirkan setelah Tuhan mendengar doa panjang yang dipanjatkan Ibrahim.
Ibadah kurban terkandung beberapa makna spiritual yang amat dalam, seperti:
  1. Pertama, ibadah krban meruapakan ungkapan rasa syukur kepada Tuhan dengan mempersembahkan harta yang terbaik. Melalui ibadah kurban seseorang berusaha mencari pendekatan dengan menyambung hubungan vertikal yang bersifat transendental kepada sang pencipta.
  2. Kedua, sebagai ungkapan cinta kasih dan rasa simpatik kepada kaum lemah dan papa. Anjuran untuk membagi-bagikan daging kurban kepada fakir miskin  sebagai manifestasi bentuk kepedulian sosial. Dengan berkurban seseorang telah membangun hubungan horisontal yang baik kepada sesama manusia. Ketiga, simbol dari kesediaan untuk melawan dan mengenyahkan sesuatu yang dapat menjauhkan diri dari jalan Allah.
  3. Ibadah ritual yang simbolis ini disamping menyiratkan makna spritual untuk senantiasa menjaga  hubungan vertikal antara hamba dengan Tuhannya, juga mengisyaratkan perlunya membangun hubungan horisontal antar sesama manusia. Dengan demikian anjuran untuk membagika daging kurban kepada orang lain dapat dimafhumkan sebagai anjuran untuk membangun relasi sosial dengan saling berbagi agar tercipta harmonisasi kehidupan. Selaras dengan pemahaman ini, Allah telah menegaskan bahwa bukanlah daging dan darah hewan kurban itu yang sampai kepada Allah, akan tetapi cahaya ketaatan dan ketaqwaan yang terpancarkan melalui ibadah kurban itulah yang membuat seseorang sampai kepada tuhannya. (QS. Alhajj:37).
B. IMPLEMENTASI NILAI-NILAI PENDIDIKAN DALAM IBADAH KURBAN PADA ANANK-ANAK
1. Menanamkan nilai-nilai akidah pada anak
Nilai-nilai pendidikan akidah yang bisa diimplementasikan dari ibadah kurban adalah keimanan Nabi Iberahim, Nabi Ismail dan Siti Hajar kepada Allah, meskipun perintah tersebut hanya melalui mimpi dengan bertentangan dengan rasional. Sehingga bisa disimpulkan bahwa ibadah kurban tersebut adalah wujud dari keikhlasan dari seorang hamba kepada Rabb-nya. Bahkan seorang hamba tersebut bersedia mengorbankan jiwa, harta, perasaan dan apapun yang diminta oleh Tuhannya. Dalam hal ini muncullah pelajaran berharga bagi kita, khususnya pada anak yang telah mengerti tentang cerita, orang tuanya menceritakan tentang ketaatan Nabi Ibrahim as., Nabi Ismail as., dan Siti Hajar dalam proses pelaksanaan ibadah kurban. Hal tersebut akan membuat anak terikat oleh ikatan emosional dengan tokoh-tokoh yang ada dalam cerita tersebut.
Allah swt., berfirman dalam surat al-Jaatsiyat ayat 3-4 yang artinya: “Sesungguhnya pada langit dan bumi benar-benar terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi orang-orang yang beriman. Dan pada penciptaan kamu dan binatang-binatang melata yang berterbaran (di muka bumi) terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang meyakini.”
Menanamkan aspek keimanan kepada anak dapat kita kaji dari langkah-langkah Rasulullah saw., dalam membina dan mendidik pribadi anak selama bergaul dengan anak-anak. Kita akan menemukan lima pola dasar pembinaan Akidah sebagai berikut: Mengajarkan kalimat tauhid, menanamkan cinta kepada Allah swt., menanamkan cinta pada Rasulullah saw., mengajarkan Alquran dan mendidik anak berpegang teguh pada Akidah dan rela berkurban.
2. Mengajarkan Kalimat Tauhid
Ibnu Abbas ra menceritakan bahwa Rasulullah saw., bersabda:
افتحوا على صبيانكم كلمة لا اله الا الله ولقنوهم عند الموت لا اله الا الله (رواه البيهقى عن مسعود)
Artinya: Jadikanlah kata-kata pertama kali yang diucapkan seorang anak adalah kalimat Laa ilaaha illallaah. Dan bacakan padanya ketika menjelang maut kalimat Laa ilaaha illallaah.
Tujuannya adalah agar kalimat pertama kali yang didengar anak yang baru lahir adalah kalimat tauhid (keesaan Allah). Setelah itu memperdengarkan adzan di telinga kanan dan iqamah di telinga kiri.2. Tanamkan Cinta Pada Allah
Mengenalkan Allah pada anak juga dapat dilakukan dengan terus menerus membiasakan mengucapkan kalimat thayyibah. Seperti mengucapkan Subhanallah, Alhamdulillah, Allahu Akbar disertai dengan aktivitas yang dilakukan sehingga anak bisa menyambungkan bacaan dan aktivitasnya. Misalnya Alhamdulillah diucapkan sebagai wujud rasa syukur ketika selesai melakukan aktivitas tertentu. Subhanallah dilafadzkan jika melihat ciptaan Allah dan sebagainya.
3. Tanamkan Cinta pada Rasul
Diriwayatkan oleh Abu Nasr dari Ali ra., bahwa Rasulullah saw., bersabda:
ادبوا اولادكم على ثلاث حصال: حب نبيكم, وحب أهـل بينه, و قرأة القرأن (رواه ابو نصر الشرازى عن علي أمير المؤمنين)
Artinya: “Didiklah anak-anakmu pada tiga perkara: mencintai nabi kamu, mencintai ahli baitnya dan membaca Alquran.
Para sahabat dan ulama salaf sangat suka menceritakan sejarah kehidupan Nabi Muhammad saw., terhadap anak-anak mereka. Cerita tentang sejarah kehidupan Nabi akan berpengaruh kepada perkembangan jiwa anak. Karena pemahaman yang baik terhadap kepribadian Nabi saw., secara tidak disadari akan menumbuhkan rasa cinta anak terhadap pribadi beliau. Beliau akan dijadikan sebagai tokoh pujaan yang pada akhirnya anak akan berusaha meniru apa yang beliau telah lakukan selama hidupnya.
Langkah semacam ini secara perlahan akan membentuk pribadi anak mencintai Rasulullah. Anak dapat memahami perjuangan beliau dalam menyelamatkan umat manusia dari lingkungan yang penuh dengan kesesatan menuju lingkungan yang baik, dari kebatilan menuju, dan dari kebodohan menuju cahaya Islam yang gemilang.
4. Mengajarkan Alquran
Al-Ghazali dalam Ihya, sebagaimana dikutip oleh Abdullah Nashih Ulwan, mengatakan bahwa anak harus diajari tentang Alquran, hadis, dan cerita orang-orang saleh, kemudian hukum-hukum agama.
Mengajarkan Alquran kepada anak berarti mengajak anak untuk dekat kepada pedoman hidupnya. Dengan cara itu, mudah-mudahan kelak ketika dewasa anak-anak benar-benar dapat menjalani hidup sesuai dengan Alquran. Inilah satu-satunya jalan untuk membentuk menjadi manusia yang shaleh. Mengajarkan Alquran pada anak dapat dilakukan dengan mulai mengenalkan, memperdengarkan, dan menghafalkan.
Tak heran bila Rasulullah mengingatkan kita untuk mendidik anak dengan Alquran. Allah berfirman dalam surat al-Isra ayat 9 yang artinya: “Sesungguhnya Alquran ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih Lurus dan memberi khabar gembira kepada orang-orang Mu’min yang mengerjakan amal saleh bahwa bagi mereka ada pahala yang besar.
Masa anak-anak adalah masa meniru dan memiliki daya ingat yang luar biasa. Orang tua harus menggunakan kesempatan ini dengan baik, jika tidak ingin menyesal kehilangan masa emas (golden age) pada anak. Menghafal bisa dilakukan kapan saja. Usahakan di saat anak merasa nyaman. Walau demikian, hendaknya orang tua tetap mempunyai target baik tentang ayat, atau jumlah yang akan dihafal anak.
5. Nilai Perjuangan dan Pengorbanan
Mengenalkan anak kepada Allah, Rasulullah, dan Alquran pada anak balita akan menjadi dasar tumbuhnya Akidah dalam jiwa anak. Perlu jadi catatan bahwa menanamkan Akidah pada anak sejak dini merupakan sarana pendidikan yang efektif bagi pertumbuhan dan perkembangan jiwa anak. Bahkan, bisa menumbuhkan nilai perjuangan dan pengorbanan pada diri anak.
Mengingat masa ini adalah masa emas bagi pertumbuhan, maka hendaknya masalah penanaman Akidah menjadi perhatian pokok bagi setiap orang tua yang peduli dengan nasib anaknya.
6. Penanaman Akidah
Akidah islamiyah dengan enam pokok keimanan, yaitu beriman kepada Allah subhanahu wata’ala, para malaikat, kitab-kitab, para rasul, hari akhir, serta beriman pada qadha’ dan qadar yang baik maupun yang buruk, mempunyai keunikan bahwa kesemuanya merupakan perkara gaib. Seseorang akan merasa hal ini terlalu rumit untuk dijelaskan pada anak kecil yang mana kemampuan berfikir mereka masih sangat sederhana dan terbatas untuk mengenali hal-hal yang abstrak.
Allah berfirman dalam Alquran surah al-Α’raf ayat 172 yang artinya: “Dan (ingatlah) ketika Rabb-mu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman) ‘Bukankah Aku ini Rabb-mu?’ Mereka menjawab, ‘Betul (Engkau Rabb kami), kami menajdi saksi.’ (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan, ‘Sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah orang yang lengah terhadap ini (keesaan Allah).’”
7. Sejak Masih Kecil
Perhatian terhadap masalah Akidah hendaknya diberikan sejak anak masih kecil. Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasalam memberikan perhatian kepada anak-anak meski mereka masih kecil. Beliau membuka jalan dalam membina generasi muda, termasuk diantaranya Ali bin Abi Thalib yang beriman kepada seruan nabi ketika usianya kurang dari sepuluh tahun. Begitu juga dalam menjenguk anak-anak yang sakit pun beliau memanfaatkan untuk menyeru mereka kepada Islam yang ketika itu di hadapan kedua orang tua mereka.
Menurut Dr. Adil Syadi dan Dr. Ahmad Mazid, ada 10 tip sukses mendidik anak dalam masalah akidah, yaitu:
a)  Ajarkan pada anak kalimat tauhid.
b) Ajarkan dan beritahukan kepada anak kenapa kita diciptakan.
c)  Jangan menakut-nakutinya dengan neraka, siksa, kemurkaan dan hukuman Allah.
d) Buatlah anak lebih banyak mencintai Allah.
e) Peringatkan dia dari berbuat kejahatan dan beri tahukan bahwa Allah selalu melihatnya.
f)   Ajarkan dzikir kepada Allah.
g)  Ajarkan untuk cinta kepada Rasul.
h) Kuatkan keyakinan anak terhadap qadha dan qadar dalam pikirannya.
i)  Ajarakan kepada anak 6 (enam) rukun iman.
j)   Ajukan pertanyaan berhubungan dengan akidah. misal: siapa Rabb-mu? Apa agamamu?
8. Menanamkan tanggungjawab beribadah
Di samping menanamkan nilai-nilai pendidikan akidah yang terdapat pada ibadah kurban kepada anak, orang tua juga mesti menanamkan nilai-nilai pendidikan ibadah di dalam ibadah kurban kepada anak.
Di sini peran orang tua dalam menekankan niat tulus dalam beribadah hanya untuk Allah swt. Orang tua menanamkan kepada agar meniatkan segala bentuk perbuatan yang baik meskipun hal tersebut mubah, agar bernilai di sisi Allah. Misalnya saja makan dan minum, diniatkan untuk kuat beribadah kepada Allah, demikian halnya dengan tidur dan lain-lain. Dalam ibadah kurban ada ibadah besar yang tidak bisa dikesampingkan, yaitu ibadah haji. Orang tua harus bisa menjelaskan tentang haji secara global kepada anak, hingga anak mampu mencerna hal-hal yang halus dari ibadah haji dan puasa termasuk mengemukakan hikmah-hikmah dalam ibadah haji dan kurban.
Firman Allah swt., dalam Alquran surah Luqman ayat 17, yang artinya: Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu Termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).
Hadis Nabi saw., yang berbunyi:
مروا اولادكم بالصلاة وهم ابناء سبع سنين واضربوهم عليها وهم ابناء عشر سنين وفرقوا بينهم فى المضاجع (رواه ابو داود(
Artinya: Perintahkan anak-anak kalian untuk (mengerjakan) shalat ketika mereka berumur 7 tahun, dan pukullah mereka karena (meninggalkan) sholat ketika mereka berumur 10 tahun dan pisahkan tempat tidur mereka.
9. Menanamkan kebiasaan berakhlak mulia
Setiap pengalaman yang dilalui anak, baik melalui penglihatan, pendengaran, maupun perlakuan yang diterimanya akan ikut menentukan pembinaan pribadinya.
  1. pribadi yang dapat dijadikan contoh teladan dari pribadi Islami, orang tua bersifaf jujur, tawadhu’, berani, benar, dan sebagainya. Keimanannya tercermin dalam pribadinya, perlakuannya terhadap anak menyenangkan, kasih sayang dalam membina dan mendidik meski tidak harus diwujudkan dengan memberikan segala apa yang dikehendaki anak dan membiarkan kesalahan anak tanpa dibenarkan. Hukum diberikan bila diperlukan.
  2. Mengerti dan memahami perkembangan jiwa anak serta perbedaan antara anak. Latihan-latihan keagamaan pada anak usia 7-10 tahun harus diberikan, hal tersebut selain mencerminkan dari pengamalan hadis Nabi, juga untuk menanamkan kepribadian Islami pada diri/jiwa anak. Latihan-latihan keagaan tersebut bisa berupa shalat, doa, membaca Alquran (menghafalkan surah-surah pendek), shalat berjamaah di mesjid/musholla, hingga lama kelamaan ia akan tumbuh rasa senang melakukan ibadah tersebut, terbiasa dan mengalir pada jiwanya tanpa dorongan siapapun.
Keluarga sangat berperan besar dalam mengembangkan kepribadian anak, mengingat keluarga merupakan tempat sosialisasi pertama bagi anak, dimana norma-norma, budi pekerti, hal-hal mengenai kehidupan diperkenalkan kepada anak melalui keluarga.
Orang tua dalam hal ini menjadi peran utama dalam mengembangkan kepribadian anak dan membentuk karakteristik anak, dalam keluarga yang terdapat kehangatan dalam keluarga anak akan mendapatkan sesuatu untuk dipelajari dan diolah menjadi karakteristik anak tersebut, sebagai contoh: anak yang berbudi pekeri baik sudah dapat dipastikan didalam keluarganya ia mendapat kehangatan kasih sayang serta komunikasi yang cocok di dalam keluarga, namun bila ada anak yang nakal dapat tercermin bahwa dia kurang mendapat kehangatan kasih sayang dalam keluarga.
Firman Allah dalam Alquran surah Luqman ayat 17, yang artinya: Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.
Hadis Nabi saw., yang berbunyi:
مـا نحل والد ولده افضل من أدب حسن (رواه الترمذى والحـاكم عن عمرو ابن سعيد بن العـاص)
Artinya: Tidak ada perberian orang tua terhadap anaknya yang lebih afdhal dari mengajarkan adab yang baik.
Dr. Adil Syadi dan Dr. Ahmad Mazid, mengemukan ada beberapa tip untuk menyuntikkan nilai akhlak, yaitu:
  1. Jangan menanamkan rasa takut pada anak
  2. Jujurlah terlebih dahulu agar anak belajar kejujuran dari orang tua
  3. Jelaskan kepadanya nilai keutamaan sifat jujur dan amanah
  4. Ujilah sifat amanah anak tanpa dia menyadari
  5. Latihlah kesabaran
  6. Orang tua harus adil di antara anak-anaknya
  7. Ajarilah untuk mendahulukan kepentingan orang lain (bisa dengan metode cerita)
  8. Jelaskan dampak negatif perbuatan jahat
  9. Berilah motivasi bila ia berani menegakkan kebenaran
  10. Jangan bersifat keras kepada anak
  11. Buatlah anak menyukai perilaku rendah hati, lemah lembut dan tidak sombong.
  12. Ajarilah anak tentang fitrah manusia
  13. Ajarilah anak tentang kezholiman dan dampak negatifnya.
  14. Jelaskan perbedaan-perbedaan perbuatan negatif dan positif
  15. Tanamkan sifat kedermawanan pada anak
  16. Jangan pernah ingkar janji kepadanya (selamanya).
By. Supriyanto
http://smpn1bawang.com/ibadah-kurban-bagi-kehidupan-anak-anak/

Senin, 29 September 2014

Pendidikan Anak dalam Islam

Pendidikan anak adalah perkara yang sangat penting di dalam Islam. Di dalam Al-Quran kita dapati bagaimana Allah menceritakan petuah-petuah Luqman yang merupakan bentuk pendidikan bagi anak-anaknya. Begitu pula dalam hadits-hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, kita temui banyak juga bentuk-bentuk pendidikan terhadap anak, baik dari perintah maupun perbuatan beliau mendidik anak secara langsung.
Seorang pendidik, baik orangtua maupun guru hendaknya mengetahui betapa besarnya tanggung-jawab mereka di hadapan Allah ‘azza wa jalla terhadap pendidikan putra-putri islam.
Tentang perkara ini, Allah azza wa jalla berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu”. (At-Tahrim: 6)
Dan di dalam hadits yang diriwayatkan oleh Al-Imam Al-Bukhari dan Al-Imam Muslim, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
كُلُّكُمْ رَاعٍ وَمَسْئُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
“Setiap di antara kalian adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban”
Untuk itu -tidak bisa tidak-, seorang guru atau orang tua harus tahu apa saja yang harus diajarkan kepada seorang anak serta bagaimana metode yang telah dituntunkan oleh junjungan umat ini, Rasulullah Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Beberapa tuntunan tersebut antara lain:
· Menanamkan Tauhid dan Aqidah yang Benar kepada Anak
Suatu hal yang tidak bisa dipungkiri bahwa tauhid merupakan landasan Islam. Apabila seseorang benar tauhidnya, maka dia akan mendapatkan keselamatan di dunia dan akhirat. Sebaliknya, tanpa tauhid dia pasti terjatuh ke dalam kesyirikan dan akan menemui kecelakaan di dunia serta kekekalan di dalam adzab neraka. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan mengampuni yang lebih ringan daripada itu bagi orang-orang yang Allah kehendaki” (An- Nisa: 48)
Oleh karena itu, di dalam Al-Quran pula Allah kisahkan nasehat Luqman kepada anaknya. Salah satunya berbunyi,
يَا بُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِاللَّهِ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ
“Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezhaliman yang besar”.(Luqman: 13)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sendiri telah memberikan contoh penanaman aqidah yang kokoh ini ketika beliau mengajari anak paman beliau, Abdullah bin Abbas radhiyallahu ‘anhuma dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Al-Imam At-Tirmidzi dengan sanad yang hasan. Ibnu Abbas bercerita,
“Pada suatu hari aku pernah berboncengan di belakang Nabi (di atas kendaraan), beliau berkata kepadaku: “Wahai anak, aku akan mengajari engkau beberapa kalimat: Jagalah Allah, niscaya Allah akan menjagamu. Jagalah Allah, niscaya engkau akan dapati Allah di hadapanmu. Jika engkau memohon, mohonlah kepada Allah. Jika engkau meminta tolong, minta tolonglah kepada Allah. Ketahuilah. kalaupun seluruh umat (jin dan manusia) berkumpul untuk memberikan satu pemberian yang bermanfaat kepadamu, tidak akan bermanfaat hal itu bagimu, kecuali jika itu telah ditetapkan Allah (akan bermanfaat bagimu). Ketahuilah. kalaupun seluruh umat (jin dan manusia)berkumpul untuk mencelakakan kamu, tidak akan mampu mencelakakanmu sedikitpun, kecuali jika itu telah ditetapkan Allah (akan sampai dan mencelakakanmu). Pena telah diangkat, dan telah kering lembaran-lembaran”.
Perkara-perkara yang diajarkan oleh Rasulllah shallallahu ‘alaihi wasallam kepada Ibnu Abbas di atas adalah perkara tauhid.
Termasuk aqidah yang perlu ditanamkan kepada anak sejak dini adalah tentang di mana Allah berada. Ini sangat penting, karena banyak kaum muslimin yang salah dalam perkara ini. Sebagian mengatakan bahwa Allah ada dimana-mana. Sebagian lagi mengatakan bahwa Allah ada di hati kita, dan beragam pendapat lainnya. Padahal dalil-dalil menunjukkan bahwa Allah itu berada di atas arsy, yaitu di atas langit. Dalilnya antara lain,
“Ar-Rahman beristiwa di atas ‘Arsy” (Thaha: 5)
Makna istiwa adalah tinggi dan meninggi sebagaimana di dalam riwayat Al-Bukhari dari tabi’in.
Adapun dari hadits,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bertanya kepada seorang budak wanita, “Dimana Allah?”. Budak tersebut menjawab, “Allah di langit”. Beliau bertanya pula, “Siapa aku?” budak itu menjawab, “Engkau Rasulullah”. Rasulllah kemudian bersabda, “Bebaskan dia, karena sesungguhnya dia adalah wanita mu’minah”. (HR. Muslim dan Abu Daud).
· Mengajari Anak untuk Melaksanakan Ibadah
Hendaknya sejak kecil putra-putri kita diajarkan bagaimana beribadah dengan benar sesuai dengan tuntunan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Mulai dari tata cara bersuci, shalat, puasa serta beragam ibadah lainnya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
صَلُّوا كَمَا رَأَيْتُمُونِي أُصَلِّي
“Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku shalat” (HR. Al-Bukhari).
“Ajarilah anak-anak kalian untuk shalat ketika mereka berusia tujuh tahun, dan pukullah mereka ketika mereka berusia sepuluh tahun (bila tidak mau shalat-pen)” (Shahih. Lihat Shahih Shahihil Jami’ karya Al-Albani).
Bila mereka telah bisa menjaga ketertiban dalam shalat, maka ajak pula mereka untuk menghadiri shalat berjama’ah di masjid. Dengan melatih mereka dari dini, insya Allah ketika dewasa, mereka sudah terbiasa dengan ibadah-ibadah tersebut.
· Mengajarkan Al-Quran, Hadits serta Doa dan Dzikir yang Ringan kepada Anak-anak
Dimulai dengan surat Al-Fathihah dan surat-surat yang pendek serta doa tahiyat untuk shalat. Dan menyediakan guru khusus bagi mereka yang mengajari tajwid, menghapal Al-Quran serta hadits. Begitu pula dengan doa dan dzikir sehari-hari. Hendaknya mereka mulai menghapalkannya, seperti doa ketika makan, keluar masuk WC dan lain-lain.
· Mendidik Anak dengan Berbagai Adab dan Akhlaq yang Mulia
Ajarilah anak dengan berbagai adab Islami seperti makan dengan tangan kanan, mengucapkan basmalah sebelum makan, menjaga kebersihan, mengucapkan salam, dll.
Begitu pula dengan akhlak. Tanamkan kepada mereka akhlaq-akhlaq mulia seperti berkata dan bersikap jujur, berbakti kepada orang tua, dermawan, menghormati yang lebih tua dan sayang kepada yang lebih muda, serta beragam akhlaq lainnya.
· Melarang Anak dari Berbagai Perbuatan yang Diharamkan
Hendaknya anak sedini mungkin diperingatkan dari beragam perbuatan yang tidak baik atau bahkan diharamkan, seperti merokok, judi, minum khamr, mencuri, mengambil hak orang lain, zhalim, durhaka kepada orang tua dan segenap perbuatan haram lainnya.
Termasuk ke dalam permasalahan ini adalah musik dan gambar makhluk bernyawa. Banyak orangtua dan guru yang tidak mengetahui keharaman dua perkara ini, sehingga mereka membiarkan anak-anak bermain-main dengannya. Bahkan lebih dari itu –kita berlindung kepada Allah-, sebagian mereka menjadikan dua perkara ini sebagai metode pembelajaran bagi anak, dan memuji-mujinya sebagai cara belajar yang baik!
Padahal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda tentang musik,
لَيَكُونَنَّ مِنْ أُمَّتِي أَقْوَامٌ يَسْتَحِلُّونَ اَلْحِرَ وَالْحَرِيْرَ وَالْخَمْرَ وَالْمَعَازِفَ
“Sungguh akan ada dari umatku yang menghalalkan zina, sutra, khamr dan al-ma’azif (alat-alat musik)”. (Shahih, HR. Al-Bukhari dan Abu Daud).
Maknanya: Akan datang dari muslimin kaum-kaum yang meyakini bahwa perzinahan, mengenakan sutra asli (bagi laki-laki, pent.), minum khamar dan musik sebagai perkara yang halal, padahal perkara tersebut adalah haram.
Dan al-ma’azif adalah setiap alat yang bernada dan bersuara teratur seperti kecapi, seruling, drum, gendang, rebana dan yang lainnya. Bahkan lonceng juga, karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
“Lonceng itu serulingnya syaithan”. (HR. Muslim).
Adapun tentang gambar, guru terbaik umat ini (Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam) telah bersabda,
كُلُّ مُصَوِّرٍ فِي النَّارِ، يَجْعَلُ لَهُ بِكُلِّ صُوْرَةٍ صَوَّرَهَا نَفْسًا فَتُعَذِّبُهُ فِي جَهَنَّمَ
“Seluruh tukang gambar (mahluk hidup) di neraka, maka kelak Allah akan jadikan pada setiap gambar-gambarnya menjadi hidup, kemudian gambar-gambar itu akan mengadzab dia di neraka jahannam”(HR. Muslim).
إِنِّ أَشَدَّ النَّاسِ عَذَاباً عِنْدَ اللهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ اَلْمُصَوِّرُوْنَ
“Sesungguhnya orang-orang yang paling keras siksanya di sisi Allah pada hari kiamat adalah para tukang gambar.” (HR. Muslim).
Oleh karena itu hendaknya kita melarang anak-anak kita dari menggambar mahkluk hidup. Adapun gambar pemandangan, mobil, pesawat dan yang semacamnya maka ini tidaklah mengapa selama tidak ada gambar makhluk hidupnya.
· Menanamkan Cinta Jihad serta Keberanian
Bacakanlah kepada mereka kisah-kisah keberanian Nabi dan para sahabatnya dalam peperangan untuk menegakkan Islam agar mereka mengetahui bahwa beliau adalah sosok yang pemberani, dan sahabat-sahabat beliau seperti Abu Bakr, Umar, Utsman, Ali dan Muawiyah telah membebaskan negeri-negeri.
Tanamkan pula kepada mereka kebencian kepada orang-orang kafir. Tanamkan bahwa kaum muslimin akan membebaskan Al-Quds ketika mereka mau kembali mempelajari Islam dan berjihad di jalan Allah. Mereka akan ditolong dengan seizin Allah.
Didiklah mereka agar berani beramar ma’ruf nahi munkar, dan hendaknya mereka tidaklah takut melainkan hanya kepada Allah. Dan tidak boleh menakut-nakuti mereka dengan cerita-cerita bohong, horor serta menakuti mereka dengan gelap.
· Membiasakan Anak dengan Pakaian yang Syar’i
Hendaknya anak-anak dibiasakan menggunakan pakaian sesuai dengan jenis kelaminnya. Anak laki-laki menggunakan pakaian laki-laki dan anak perempuan menggunakan pakaian perempuan. Jauhkan anak-anak dari model-model pakaian barat yang tidak syar’i, bahkan ketat dan menunjukkan aurat.
Tentang hal ini, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
“Barangsiapa yang meniru sebuah kaum, maka dia termasuk mereka.” (Shahih, HR. Abu Daud)
Untuk anak-anak perempuan, biasakanlah agar mereka mengenakan kerudung penutup kepala sehingga ketika dewasa mereka akan mudah untuk mengenakan jilbab yang syar’i.
Demikianlah beberapa tuntunan dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam mendidik anak. Hendaknya para orang tua dan pendidik bisa merealisasikannya dalam pendidikan mereka terhadap anak-anak. Dan hendaknya pula mereka ingat, untuk selalu bersabar, menasehati putra-putri Islam dengan lembut dan penuh kasih sayang. Jangan membentak atau mencela mereka, apalagi sampai mengumbar-umbar kesalahan mereka.
Semoga bisa bermanfaat, terutama bagi orangtua dan para pendidik. Wallahu a’lam bishsawab.
)* Diringkas oleh Abu Umar Al-Bankawy dari kitab Kaifa Nurabbi Auladana karya Syaikh Muhammad Jamil Zainu dan hadits-hadits tentang hukum gambar ditambahkan dari Hukmu Tashwir Dzawatil Arwah karya Syaikh Muqbil bin Hadi.
http://anakmuslim.wordpress.com/pendidikan-anak-dalam-islam/