A. SEJARAH IDUL KURBAN
Ibadah qurban dilakukan umat islam dengan melaksanakan penyembelihan hewan kurban pada saat hari raya Idul Adha dengan tujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Dengan demikian qurban dapat dipahami sebagai media untuk mengantarkan seorang hamba agar lebih dekat kepada Tuhannya.
Perintah untuk berkurban bahkan telah dimulai sejak awal peradaban manusia. Dua putra Adam yakni Qobil dan Habil diperintahkan untuk mempersembahkan hasil pertanian dan peternakan mereka sebagai bentuk pengabdian dan rasa syukur. Namun perintah itu disikapi berbeda, Habil mempersembahkan yang terbaik dari hewan ternaknya sementara Qobil memberikan hasil pertaniannya yang sudah rusak dan jelek. Maka Allah pun hanya menerima persembahan Habil dan menolak persembahan dari yang lainnya. (QS. Al-Maidah : 27)
Sejarah kurban menjadi fenomenal ketika Nabi Ibrahim as mendapat perintah dari Tuhan untuk menyembelih putranya Ismail. Perintah yang tak lazim ini sempat membuat ia bimbang apakah benar datang dari Tuhan atau hanya sekedar bunga mimpi belaka. Perintah inipun akhirnya dilaksanakan setelah mendapat kepastian kebenarannya dari Allah SWT. Karena kesungguhan dan keikhlasan keduanya melaksanakan perintah, lalu Allah mengganti sembelihan itu dengan seekor domba besar (QS. As shaffaat : 102-107).
Pada masa Islam, Kurban ditetapkan menjadi ibadah tersendiri dengan menyembelih hewan kurban untuk kemudian mendistribusikan sembelihan tersebut kepada fakir miskin dan orang- orang yang membutuhkan.
Hewan kurban merupakan simbol harta kekayaan yang dicintai. Oleh sebab itu di balik perintah berkurban tersimpan makna bahwa untuk dekat dengan Allah SWT seseorang harus rela berkorban dengan menghadirkan yang terbaik dari apa yang dimilikinya. Hal inilah yang telah ditunjukkan oleh Habil sehingga persembahan kurbannya dapat diterima. Demikikan juga terhadap Ibrahim, demi menjalankan perintah, anak semata wayang yang paling disayangi ia relakan untuk disembelih. Padahal untuk kelahiran putra satu satunya itu Ibrahim telah sangat lama menunggu dan merindukan kehadirannya.
Ismail lahir setelah Ibrahim berumur seratus dua puluh tahun sementara istrinya Siti Hajar berusia sembilan puluh sembilan tahun. Kelahiran Ismail pun sempat membuat keduanya merasa kaget dan heran, setengah tak percaya apa mungkin mereka akan mendapatkan keturunan (QS. Hud:72). Ismail sendiri berasal dari bahasa Ibrani yang seakar dengan bahasa arab dari kata sami’a yang berarti mendengar. Yakni anak yang dilahirkan setelah Tuhan mendengar doa panjang yang dipanjatkan Ibrahim.
Ibadah kurban terkandung beberapa makna spiritual yang amat dalam, seperti:
- Pertama, ibadah krban meruapakan ungkapan rasa syukur kepada Tuhan dengan mempersembahkan harta yang terbaik. Melalui ibadah kurban seseorang berusaha mencari pendekatan dengan menyambung hubungan vertikal yang bersifat transendental kepada sang pencipta.
- Kedua, sebagai ungkapan cinta kasih dan rasa simpatik kepada kaum lemah dan papa. Anjuran untuk membagi-bagikan daging kurban kepada fakir miskin sebagai manifestasi bentuk kepedulian sosial. Dengan berkurban seseorang telah membangun hubungan horisontal yang baik kepada sesama manusia. Ketiga, simbol dari kesediaan untuk melawan dan mengenyahkan sesuatu yang dapat menjauhkan diri dari jalan Allah.
- Ibadah ritual yang simbolis ini disamping menyiratkan makna spritual untuk senantiasa menjaga hubungan vertikal antara hamba dengan Tuhannya, juga mengisyaratkan perlunya membangun hubungan horisontal antar sesama manusia. Dengan demikian anjuran untuk membagika daging kurban kepada orang lain dapat dimafhumkan sebagai anjuran untuk membangun relasi sosial dengan saling berbagi agar tercipta harmonisasi kehidupan. Selaras dengan pemahaman ini, Allah telah menegaskan bahwa bukanlah daging dan darah hewan kurban itu yang sampai kepada Allah, akan tetapi cahaya ketaatan dan ketaqwaan yang terpancarkan melalui ibadah kurban itulah yang membuat seseorang sampai kepada tuhannya. (QS. Alhajj:37).
B. IMPLEMENTASI NILAI-NILAI PENDIDIKAN DALAM IBADAH KURBAN PADA ANANK-ANAK
1. Menanamkan nilai-nilai akidah pada anak
Nilai-nilai pendidikan akidah yang bisa diimplementasikan dari ibadah kurban adalah keimanan Nabi Iberahim, Nabi Ismail dan Siti Hajar kepada Allah, meskipun perintah tersebut hanya melalui mimpi dengan bertentangan dengan rasional. Sehingga bisa disimpulkan bahwa ibadah kurban tersebut adalah wujud dari keikhlasan dari seorang hamba kepada Rabb-nya. Bahkan seorang hamba tersebut bersedia mengorbankan jiwa, harta, perasaan dan apapun yang diminta oleh Tuhannya. Dalam hal ini muncullah pelajaran berharga bagi kita, khususnya pada anak yang telah mengerti tentang cerita, orang tuanya menceritakan tentang ketaatan Nabi Ibrahim as., Nabi Ismail as., dan Siti Hajar dalam proses pelaksanaan ibadah kurban. Hal tersebut akan membuat anak terikat oleh ikatan emosional dengan tokoh-tokoh yang ada dalam cerita tersebut.
Allah swt., berfirman dalam surat al-Jaatsiyat ayat 3-4 yang artinya: “Sesungguhnya pada langit dan bumi benar-benar terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi orang-orang yang beriman. Dan pada penciptaan kamu dan binatang-binatang melata yang berterbaran (di muka bumi) terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang meyakini.”
Menanamkan aspek keimanan kepada anak dapat kita kaji dari langkah-langkah Rasulullah saw., dalam membina dan mendidik pribadi anak selama bergaul dengan anak-anak. Kita akan menemukan lima pola dasar pembinaan Akidah sebagai berikut: Mengajarkan kalimat tauhid, menanamkan cinta kepada Allah swt., menanamkan cinta pada Rasulullah saw., mengajarkan Alquran dan mendidik anak berpegang teguh pada Akidah dan rela berkurban.
Menanamkan aspek keimanan kepada anak dapat kita kaji dari langkah-langkah Rasulullah saw., dalam membina dan mendidik pribadi anak selama bergaul dengan anak-anak. Kita akan menemukan lima pola dasar pembinaan Akidah sebagai berikut: Mengajarkan kalimat tauhid, menanamkan cinta kepada Allah swt., menanamkan cinta pada Rasulullah saw., mengajarkan Alquran dan mendidik anak berpegang teguh pada Akidah dan rela berkurban.
2. Mengajarkan Kalimat Tauhid
Ibnu Abbas ra menceritakan bahwa Rasulullah saw., bersabda:
افتحوا على صبيانكم كلمة لا اله الا الله ولقنوهم عند الموت لا اله الا الله (رواه البيهقى عن مسعود)
Artinya: Jadikanlah kata-kata pertama kali yang diucapkan seorang anak adalah kalimat Laa ilaaha illallaah. Dan bacakan padanya ketika menjelang maut kalimat Laa ilaaha illallaah.
Tujuannya adalah agar kalimat pertama kali yang didengar anak yang baru lahir adalah kalimat tauhid (keesaan Allah). Setelah itu memperdengarkan adzan di telinga kanan dan iqamah di telinga kiri.2. Tanamkan Cinta Pada Allah
Mengenalkan Allah pada anak juga dapat dilakukan dengan terus menerus membiasakan mengucapkan kalimat thayyibah. Seperti mengucapkan Subhanallah, Alhamdulillah, Allahu Akbar disertai dengan aktivitas yang dilakukan sehingga anak bisa menyambungkan bacaan dan aktivitasnya. Misalnya Alhamdulillah diucapkan sebagai wujud rasa syukur ketika selesai melakukan aktivitas tertentu. Subhanallah dilafadzkan jika melihat ciptaan Allah dan sebagainya.
3. Tanamkan Cinta pada Rasul
Diriwayatkan oleh Abu Nasr dari Ali ra., bahwa Rasulullah saw., bersabda:
ادبوا اولادكم على ثلاث حصال: حب نبيكم, وحب أهـل بينه, و قرأة القرأن (رواه ابو نصر الشرازى عن علي أمير المؤمنين)
Artinya: “Didiklah anak-anakmu pada tiga perkara: mencintai nabi kamu, mencintai ahli baitnya dan membaca Alquran.
Para sahabat dan ulama salaf sangat suka menceritakan sejarah kehidupan Nabi Muhammad saw., terhadap anak-anak mereka. Cerita tentang sejarah kehidupan Nabi akan berpengaruh kepada perkembangan jiwa anak. Karena pemahaman yang baik terhadap kepribadian Nabi saw., secara tidak disadari akan menumbuhkan rasa cinta anak terhadap pribadi beliau. Beliau akan dijadikan sebagai tokoh pujaan yang pada akhirnya anak akan berusaha meniru apa yang beliau telah lakukan selama hidupnya.
Langkah semacam ini secara perlahan akan membentuk pribadi anak mencintai Rasulullah. Anak dapat memahami perjuangan beliau dalam menyelamatkan umat manusia dari lingkungan yang penuh dengan kesesatan menuju lingkungan yang baik, dari kebatilan menuju, dan dari kebodohan menuju cahaya Islam yang gemilang.
4. Mengajarkan Alquran
Al-Ghazali dalam Ihya, sebagaimana dikutip oleh Abdullah Nashih Ulwan, mengatakan bahwa anak harus diajari tentang Alquran, hadis, dan cerita orang-orang saleh, kemudian hukum-hukum agama.
Mengajarkan Alquran kepada anak berarti mengajak anak untuk dekat kepada pedoman hidupnya. Dengan cara itu, mudah-mudahan kelak ketika dewasa anak-anak benar-benar dapat menjalani hidup sesuai dengan Alquran. Inilah satu-satunya jalan untuk membentuk menjadi manusia yang shaleh. Mengajarkan Alquran pada anak dapat dilakukan dengan mulai mengenalkan, memperdengarkan, dan menghafalkan.
Tak heran bila Rasulullah mengingatkan kita untuk mendidik anak dengan Alquran. Allah berfirman dalam surat al-Isra ayat 9 yang artinya: “Sesungguhnya Alquran ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih Lurus dan memberi khabar gembira kepada orang-orang Mu’min yang mengerjakan amal saleh bahwa bagi mereka ada pahala yang besar.
Masa anak-anak adalah masa meniru dan memiliki daya ingat yang luar biasa. Orang tua harus menggunakan kesempatan ini dengan baik, jika tidak ingin menyesal kehilangan masa emas (golden age) pada anak. Menghafal bisa dilakukan kapan saja. Usahakan di saat anak merasa nyaman. Walau demikian, hendaknya orang tua tetap mempunyai target baik tentang ayat, atau jumlah yang akan dihafal anak.
5. Nilai Perjuangan dan Pengorbanan
Mengenalkan anak kepada Allah, Rasulullah, dan Alquran pada anak balita akan menjadi dasar tumbuhnya Akidah dalam jiwa anak. Perlu jadi catatan bahwa menanamkan Akidah pada anak sejak dini merupakan sarana pendidikan yang efektif bagi pertumbuhan dan perkembangan jiwa anak. Bahkan, bisa menumbuhkan nilai perjuangan dan pengorbanan pada diri anak.
Mengingat masa ini adalah masa emas bagi pertumbuhan, maka hendaknya masalah penanaman Akidah menjadi perhatian pokok bagi setiap orang tua yang peduli dengan nasib anaknya.
6. Penanaman Akidah
Akidah islamiyah dengan enam pokok keimanan, yaitu beriman kepada Allah subhanahu wata’ala, para malaikat, kitab-kitab, para rasul, hari akhir, serta beriman pada qadha’ dan qadar yang baik maupun yang buruk, mempunyai keunikan bahwa kesemuanya merupakan perkara gaib. Seseorang akan merasa hal ini terlalu rumit untuk dijelaskan pada anak kecil yang mana kemampuan berfikir mereka masih sangat sederhana dan terbatas untuk mengenali hal-hal yang abstrak.
Allah berfirman dalam Alquran surah al-Α’raf ayat 172 yang artinya: “Dan (ingatlah) ketika Rabb-mu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman) ‘Bukankah Aku ini Rabb-mu?’ Mereka menjawab, ‘Betul (Engkau Rabb kami), kami menajdi saksi.’ (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan, ‘Sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah orang yang lengah terhadap ini (keesaan Allah).’”
7. Sejak Masih Kecil
Perhatian terhadap masalah Akidah hendaknya diberikan sejak anak masih kecil. Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasalam memberikan perhatian kepada anak-anak meski mereka masih kecil. Beliau membuka jalan dalam membina generasi muda, termasuk diantaranya Ali bin Abi Thalib yang beriman kepada seruan nabi ketika usianya kurang dari sepuluh tahun. Begitu juga dalam menjenguk anak-anak yang sakit pun beliau memanfaatkan untuk menyeru mereka kepada Islam yang ketika itu di hadapan kedua orang tua mereka.
Menurut Dr. Adil Syadi dan Dr. Ahmad Mazid, ada 10 tip sukses mendidik anak dalam masalah akidah, yaitu:
a) Ajarkan pada anak kalimat tauhid.
b) Ajarkan dan beritahukan kepada anak kenapa kita diciptakan.
c) Jangan menakut-nakutinya dengan neraka, siksa, kemurkaan dan hukuman Allah.
d) Buatlah anak lebih banyak mencintai Allah.
e) Peringatkan dia dari berbuat kejahatan dan beri tahukan bahwa Allah selalu melihatnya.
f) Ajarkan dzikir kepada Allah.
g) Ajarkan untuk cinta kepada Rasul.
h) Kuatkan keyakinan anak terhadap qadha dan qadar dalam pikirannya.
i) Ajarakan kepada anak 6 (enam) rukun iman.
j) Ajukan pertanyaan berhubungan dengan akidah. misal: siapa Rabb-mu? Apa agamamu?
8. Menanamkan tanggungjawab beribadah
Di samping menanamkan nilai-nilai pendidikan akidah yang terdapat pada ibadah kurban kepada anak, orang tua juga mesti menanamkan nilai-nilai pendidikan ibadah di dalam ibadah kurban kepada anak.
Di sini peran orang tua dalam menekankan niat tulus dalam beribadah hanya untuk Allah swt. Orang tua menanamkan kepada agar meniatkan segala bentuk perbuatan yang baik meskipun hal tersebut mubah, agar bernilai di sisi Allah. Misalnya saja makan dan minum, diniatkan untuk kuat beribadah kepada Allah, demikian halnya dengan tidur dan lain-lain. Dalam ibadah kurban ada ibadah besar yang tidak bisa dikesampingkan, yaitu ibadah haji. Orang tua harus bisa menjelaskan tentang haji secara global kepada anak, hingga anak mampu mencerna hal-hal yang halus dari ibadah haji dan puasa termasuk mengemukakan hikmah-hikmah dalam ibadah haji dan kurban.
Firman Allah swt., dalam Alquran surah Luqman ayat 17, yang artinya: Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu Termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).
Hadis Nabi saw., yang berbunyi:
Hadis Nabi saw., yang berbunyi:
مروا اولادكم بالصلاة وهم ابناء سبع سنين واضربوهم عليها وهم ابناء عشر سنين وفرقوا بينهم فى المضاجع (رواه ابو داود(
Artinya: Perintahkan anak-anak kalian untuk (mengerjakan) shalat ketika mereka berumur 7 tahun, dan pukullah mereka karena (meninggalkan) sholat ketika mereka berumur 10 tahun dan pisahkan tempat tidur mereka.
9. Menanamkan kebiasaan berakhlak mulia
Setiap pengalaman yang dilalui anak, baik melalui penglihatan, pendengaran, maupun perlakuan yang diterimanya akan ikut menentukan pembinaan pribadinya.
- pribadi yang dapat dijadikan contoh teladan dari pribadi Islami, orang tua bersifaf jujur, tawadhu’, berani, benar, dan sebagainya. Keimanannya tercermin dalam pribadinya, perlakuannya terhadap anak menyenangkan, kasih sayang dalam membina dan mendidik meski tidak harus diwujudkan dengan memberikan segala apa yang dikehendaki anak dan membiarkan kesalahan anak tanpa dibenarkan. Hukum diberikan bila diperlukan.
- Mengerti dan memahami perkembangan jiwa anak serta perbedaan antara anak. Latihan-latihan keagamaan pada anak usia 7-10 tahun harus diberikan, hal tersebut selain mencerminkan dari pengamalan hadis Nabi, juga untuk menanamkan kepribadian Islami pada diri/jiwa anak. Latihan-latihan keagaan tersebut bisa berupa shalat, doa, membaca Alquran (menghafalkan surah-surah pendek), shalat berjamaah di mesjid/musholla, hingga lama kelamaan ia akan tumbuh rasa senang melakukan ibadah tersebut, terbiasa dan mengalir pada jiwanya tanpa dorongan siapapun.
Keluarga sangat berperan besar dalam mengembangkan kepribadian anak, mengingat keluarga merupakan tempat sosialisasi pertama bagi anak, dimana norma-norma, budi pekerti, hal-hal mengenai kehidupan diperkenalkan kepada anak melalui keluarga.
Orang tua dalam hal ini menjadi peran utama dalam mengembangkan kepribadian anak dan membentuk karakteristik anak, dalam keluarga yang terdapat kehangatan dalam keluarga anak akan mendapatkan sesuatu untuk dipelajari dan diolah menjadi karakteristik anak tersebut, sebagai contoh: anak yang berbudi pekeri baik sudah dapat dipastikan didalam keluarganya ia mendapat kehangatan kasih sayang serta komunikasi yang cocok di dalam keluarga, namun bila ada anak yang nakal dapat tercermin bahwa dia kurang mendapat kehangatan kasih sayang dalam keluarga.
Firman Allah dalam Alquran surah Luqman ayat 17, yang artinya: Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.
Hadis Nabi saw., yang berbunyi:
مـا نحل والد ولده افضل من أدب حسن (رواه الترمذى والحـاكم عن عمرو ابن سعيد بن العـاص)
Artinya: Tidak ada perberian orang tua terhadap anaknya yang lebih afdhal dari mengajarkan adab yang baik.
Artinya: Tidak ada perberian orang tua terhadap anaknya yang lebih afdhal dari mengajarkan adab yang baik.
Dr. Adil Syadi dan Dr. Ahmad Mazid, mengemukan ada beberapa tip untuk menyuntikkan nilai akhlak, yaitu:
- Jangan menanamkan rasa takut pada anak
- Jujurlah terlebih dahulu agar anak belajar kejujuran dari orang tua
- Jelaskan kepadanya nilai keutamaan sifat jujur dan amanah
- Ujilah sifat amanah anak tanpa dia menyadari
- Latihlah kesabaran
- Orang tua harus adil di antara anak-anaknya
- Ajarilah untuk mendahulukan kepentingan orang lain (bisa dengan metode cerita)
- Jelaskan dampak negatif perbuatan jahat
- Berilah motivasi bila ia berani menegakkan kebenaran
- Jangan bersifat keras kepada anak
- Buatlah anak menyukai perilaku rendah hati, lemah lembut dan tidak sombong.
- Ajarilah anak tentang fitrah manusia
- Ajarilah anak tentang kezholiman dan dampak negatifnya.
- Jelaskan perbedaan-perbedaan perbuatan negatif dan positif
- Tanamkan sifat kedermawanan pada anak
- Jangan pernah ingkar janji kepadanya (selamanya).
By. Supriyanto
http://smpn1bawang.com/ibadah-kurban-bagi-kehidupan-anak-anak/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silakan posting komentar Anda, insya Allah berguna...