Sabtu, 04 Agustus 2012

Menumbuhkan Jiwa Entrepreneur Anak


Entrepreneurship (jiwa kewirausahaan) merupakan kemampuan untuk menginternalisasikan kemampuan wirausaha dan menangkap peluang usaha atau bisnis yang ada. Seorang wirausaha akan berani mengambil risiko, inovatif, kreatif, disiplin, pantang menyerah, dan mampu menyiasati peluang secara tepat. Kewirausahaan juga bisa menjadi salah satu jalan (peluang) untuk mendapatkan rezeki. Rasulullah saw. bersabda, “Sebaik-baik pekerjaan adalah pekerjaan seorang pria dengan tangannya dan setiap jual beli yang mabrur.” (HR Ahmad, al-Bazzar, ath-Thabrani).

Pentingnya Jiwa Entrepreneur
Memiliki jiwa entrepeneur berarti mendorong adanya mental yang mandiri, kreatif, inovatif, bertanggung jawab, disiplin, dan tak mudah menyerah, seperti layaknya seorang wirausaha ketika memulai usahanya dari bawah. Alangkah baiknya jika sifat-sifat ini ditanamkan pada anak sejak dini untuk membantu mereka menjalani seluruh kehidupannya.
Memiliki jiwa entrepreneur akan membuat anak tumbuh menjadi anak yang lebih mandiri dan tidak bergantung pada orang lain, mampu berpikir kreatif dan inovatif, serta lebih menghargai uang dan barang. Kelak bila sudah dewasa, ia akan relatif lebih mudah untuk benar-benar menjadi wirausahawan. Dalam konteks perjuangan, berbisnis adalah jalan paling masuk akal untuk meraih kebebasan ideologis, yang biasanya diawali dari didapatnya kebebasan finansial. Maksudnya, dengan memiliki usaha yang mantap, kelak ia akan bisa memenuhi kebutuhan hidupnya secara mandiri, tidak bergantung pada sebuah instansi atau lembaga yang kadang membuatnya harus terikat, baik dari segi waktu apalagi dari sisi ideologi. Maka dari itu, dari kebebasan finansial akan didapat kebebasan ideologis atau kebebasan untuk berjuang.
Menjadi entrepreneur yang tangguh membutuhkan proses, tidak bisa instant dalam sekejap. Motivasi yang kuat adalah modal utama, selain keberanian dan ketekunan. Di sinilah menjadi penting bagaimana menumbuhkan jiwa entrepreneur ini pada anak-anak.

Beberapa Kiat
1. Keteladanan orangtua.
Jiwa keriwausahawan memerlukan contoh nyata. Contoh terbaik datang dari orangtua. Bila orang tua adalah seorang pengusaha, biasanya tidak sulit untuk membentuk jiwa kewirausahawan pada diri anak oleh karena mereka sehari-hari melihat hal itu pada diri orangtua.
Kenalkan jiwa entrepreneur dalam lingkungan keluarga dan orangtua bisa menjadi teladan buat anak. Jika di rumah memiliki usaha, libatkan anak. Sepakati jenis pekerjaan apa yang mesti dilakukan anak. Tentu sebatas yang bisa dijangkau oleh mereka. Kalau perlu, beri anak “upah”, dari apa yang telah dia kerjakan. Cara ini tentu bukan dimaksudkan untuk mempekerjakan mereka, tetapi melatih mereka agar memiliki pengalaman bagaimana menjadi pekerja, sekaligus menanamkan pelajaran bagaimana menghargai hasil keringat sendiri.
Sesekali ajak anak-anak berbelanja kebutuhan mereka dari usaha yang dilakukan. Beri mereka tugas untuk mencari informasi berbagai harga barang-barang di pasar yang dibutuhkan. Selanjutnya, hasil survei pasar bisa dianalisis dan dijadikan bahan diskusi dalam keluarga. Ini agar anak menjadi akrab dengan kehidupan nyata, mampu berkomunikasi dengan baik, mengemukakan pendapat, menarik kesimpulan, sekaligus membiasakan diri selalu mengikuti perkembangan ekonomi sehari-hari.
2. Latihan di sekolah.
“Business Day” atau ”Market Day” merupakan salah satu cara bagaimana melatih jiwa entrepreneur anak di sekolah. Pada acara tersebut, anak-anak bisa dibagi menjadi beberapa kelompok, yang akan mulai berjualan. Target konsumen adalah kakak, adik kelas, guru dan orangtua. Anak-anak boleh menerapkan berbagai macam strategi yang halal tentunya, agar barang-barangnya laku terjual. Untuk bisa menghasilkan barang produksi yang layak jual, mereka harus melalui proses yang panjang. Pertama dimulai dari mendiskusikan jenis barang yang akan  dijual dan bagaimana cara mendapatkan modalnya. Setelah itu, tahap pengerjaan yang bisa dilakukan di rumah atau di sekolah. Barang-barang yang sudah siap dijual masih perlu di kemas agar terlihat lebih rapi dan menarik. Barulah setelah semuanya selesai, barang-barang hasil karya anak dijual oleh mereka sendiri di sekolah.
Mereka sendirilah yang menjadi pelaku bisnis dan aktif menjalankan kegiatan perniagaan; mulai dari membuat barang, mengemas dan mempromosikan barang sampai pada tahap akhir penjualan. Di sini pula mereka bisa belajar tentang artinya untung atau rugi. Yang dapat untung bersyukur, dan setelah uang modal kembali, mereka membagi hasil keuntungannya sama rata. Yang mendapat rugi, tidak perlu kecewa, karena ini adalah pelajaran yang berharga buat mereka agar nantinya lebih pandai membuat strategi pemasaran.
3. Melalui cerita.
Menceritakan kisah hidup akan merangsang anak untuk meniru atau meneladaninya. Abdurahman bin Auf adalah sosok entrepreuneur yang sukses. Tidak hanya pejuang Islam yang hebat, ia juga pengusaha yang sukses. Tatkala Rasulullah saw. dan para sahabat diizinkan Allah hijrah ke Madinah, Abdurrahman bin Auf dipersaudarakan dengan Saad bin Rabi al-Anshari. Saad termasuk orang kaya di antara penduduk Madinah. Ia berniat membantu saudaranya dengan sepenuh hati, namun Abdurrahman menolak. Ia hanya berkata, “Tunjukkanlah padaku di mana letak pasar di kota ini!”
Sejak itulah kehidupan Abdurrahman menjadi makmur. Begitu besar berkah yang diberikan Allah kepadanya sampai ia dijuluki ‘Sahabat Bertangan Emas’.
Abdurrahman bin Auf adalah sahabat yang dikenal paling kaya dan dermawan. Ia tak segan-segan mengeluarkan hartanya untuk jihad di jalan Allah. Pada waktu Perang Tabuk, Rasulullah memerintahkan kaum Muslim untuk mengorbankan harta benda mereka. Dengan patuh Abdurrahman bin Auf memenuhi seruan Nabi saw. Ia memelopori dengan menyerahkan dua ratus ‘uqyah emas. Setelah Rasulullah wafat, Abdurrahman bin Auf bertugas menjaga kesejahteraan dan keselamatan Ummahat al-Mu’minin (para istri Rasulullah). Beliau bertanggung jawab memenuhi segala kebutuhan mereka dan mengadakan pengawalan bagi ibu-ibu mulia itu bila mereka bepergian. Begitulah, doa Rasulullah bagi Abdurrahman bin Auf terkabulkan. Allah senantiasa melimpahkan berkah-Nya, sehingga ia menjadi orang terkaya di antara para sahabat. Bisnisnya terus berkembang dan maju. Semakin banyak keuntungan yang ia peroleh semakin besar pula kedermawanannya. Hartanya dinafkahkan di jalan Allah, baik secara sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan. Walau termasuk konglomerat terbesar pada masanya, itu tidak mempengaruhi jiwanya yang dipenuhi iman dan takwa.
4. Memadukan usaha dengan hobi.
Cobalah perhatikan kegemaran anak. Jika dia senang membaca, misalnya, tanyakan berapa banyak koleksi bukunya. Kalau cukup banyak, berilah saran agar ia menyewakan koleksinya kepada teman-temannya. Pujilah hasil karya anak, agar ia merasa percaya diri untuk menjual kepada teman-temannya. Langkah berikut, ajarkan kepada anak untuk menentukan harga. Sebagai orangtua yang bijak, katakan kepadanya agar tidak mengambil keuntungan terlalu banyak. Lalu ajari dia untuk membuat laporan keuangan yang sangat sederhana, agar ia bisa bertanggung jawab terhadap setiap pemasukan dan pengeluaran.
5. Mengajak anak melihat tempat usaha.
Mengajak anak melihat tempat usaha juga merupakan cara yang ampuh. Tak perlu menjadi pengusaha terlebih dulu untuk mengenalkan anak pada dunia usaha. Ajak anak melihat berjalannya suatu usaha ke teman yang punya usaha kecil, misalnya. Kalau perlu mintalah izin kepadanya untuk menerimanya magang saat liburan.
6. Melalui permainan.
Carilah permainan yang anak tak sekadar bermain, namun juga menyusun strategi bisnis dan berinvestasi. Dari permainan diharapkan anak akan bisa mengelola keuangan, membelanjakan uang, bahkan kerugian atau risiko dalam bisnis.
7. Magang.
Selain memperkenalkan anak pada kondisi usaha riil, dengan magang anak bisa melihat langsung praktik dari teori-teori yang telah dia peroleh. Akan lebih efektif jika sekolah juga mendirikan usaha nyata. Misalnya, sekolah mendirikan kantin, dan secara bergiliran anak-anak yang mengelola kantin tersebut.
Dengan menumbuhkan jiwa entrepreneur pada anak, diharapkan sebesar apa pun krisis finansial yang dia hadapi nantinya, akan dapat disikapi dengan tenang. Sebab, anak telah terbiasa memecahkan problem berat dengan strategi yang cepat dan tepat. Bagaimanapun perjuangan menegakkan syariah dan Khilafah, tidak hanya membutuhkan semangat dan ilmu, tetapi juga dana. Ketika kebebasan finansial sudah dimiliki, insya Allah akan membantu kelancaran jalannya dakwah, dan kemampuan finansialnya akan melengkapi perjuangannya; seperti halnya yang terjadi pada Abdurrahman bin Auf. WalLahu a‘lam. [] Zulia Ilmawati adalah Pemerhati Masalah Anak dan Keluarga (HTI).