Apa yang ada di dalam pikiran kita ketika melihat personifikasi visual
ini? Harus diakui, penerapan sistem pendidikan saat ini masih menganut
sistem yang menilai dengan menggunakan satu parameter saja, contohnya
ujian nasional. Adanya suatu inovasi pengembangan dan pembaharuan
paradigma dalam dunia pendidikan Indonesia untuk bersiap menghadapi
perkembangan teknologi dan tantangan di masa depan mutlak dilakukan.
Pengembangan kurikulum saat ini (Kurikulum 2013) yang dikembangkan
dengan menggunakan sistem tematik-integratif diharapkan mampu menjawab
tantangan yang terjadi pada sistem pendidikan Indonesia saat ini.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan melalui Wamen bidang Pendidikan,
Musliar Kasim, menyampaikan bahwa titik berat kurikulum 2013 adalah
bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan yang lebih baik dalam
melakukan: (1) observasi, (2) bertanya (wawancara), (3) bernalar, dan (4) berkomunikasi dengan obyek pembelajarannya adalah: (1) fenomena alam, (2) sosial, (3) seni, dan (4) budaya.
Lalu, pertanyaannya adalah cukupkah penataulangan (jika boleh tidak
menyebutnya sebagai perubahan) kurikulum ini menjawab tantangan abad 21
ini? Mampukah kurikulum ini terimplementasi untuk memfasilitasi para
peserta didik jaman sekarang yang tergolong sebagai digital native?
Tentunya akan banyak versi jawaban yang muncul untuk menjawab
pertanyaan-pertanyaan tersebut. Namun terlepas dari itu, tentunya yang
berperan penting dalam proses ini adalah guru, sang pengemban kurikulum.
Pergeseran fungsi guru dari “the only source” (teacher center) ke arah guru sebagai fasilitator (student center), hendaknya dijadikan sebagai katalis agar para guru menjadi pengajar yang kreatif dan inovatif dalam membantu proses belajar siswa. Empat pilar pendidikan oleh UNESCO, yaitu: (1) Learning to Know, (2) Learning to Do (3) Learning to Be, dan (4) Learning to Live Together hendaknya dijadikan dasar dalam menjamin terlaksananya proses pembelajaran dan pendidikan yang baik. Seorang guru harus jeli dalam memetakan kemampuan peserta didiknya secara objektif, artinya diferensiasi kemampuan siswa sangat perlu dilakukan oleh guru. Rheinald Kasali menyatakan bahwa “janganlah kita mengukur kualitas anak-anak kita dengan kemampuan kita yang sudah jauh di depan.” Seorang guru harus selalu memberikan encouragement dalam proses belajar peserta didik agar mereka termotivasi untuk menjadi tahu dan bisa dalam belajar. Sehingga dengan adanya encouragement ini, secara tidak langsung dapat memberikan dampak positif dalam sistem pendidikan. Dalam hal ini, penulis ingin mengungkap bahwa pendidikan yang baik memang memerlukan kedinamisan kurikulum yang sesuai dengan tantangan masa depan dan pengemban kurikulum, yaitu guru, yang sanggup menginspirasi dan menstimulus para peserta didiknya untuk belajar bertanya, menemukan solusi dan memecahkan masalah selama proses belajarnya. Hal ini juga sejalan dengan proses pengembangan kemampuan berpikir tingkat tinggi pada siswa, yaitu (1) berpikir kritis, (2) berpikir kreatif, (3) memecahkan masalah, dan (4) membuat keputusan. Melvin Kornner menyatakan, “in order to be treated fairly and equally, children have to be treated differently.” Sehingga, personifikasi visual pada bagian awal tulisan ini semestinya tidak akan ada lagi di masa depan demi terwujudnya cita-cita bangsa Indonesia dalam hal mencerdaskan kehidupan bangsanya sendiri. (B.S. Wiratama)
Pergeseran fungsi guru dari “the only source” (teacher center) ke arah guru sebagai fasilitator (student center), hendaknya dijadikan sebagai katalis agar para guru menjadi pengajar yang kreatif dan inovatif dalam membantu proses belajar siswa. Empat pilar pendidikan oleh UNESCO, yaitu: (1) Learning to Know, (2) Learning to Do (3) Learning to Be, dan (4) Learning to Live Together hendaknya dijadikan dasar dalam menjamin terlaksananya proses pembelajaran dan pendidikan yang baik. Seorang guru harus jeli dalam memetakan kemampuan peserta didiknya secara objektif, artinya diferensiasi kemampuan siswa sangat perlu dilakukan oleh guru. Rheinald Kasali menyatakan bahwa “janganlah kita mengukur kualitas anak-anak kita dengan kemampuan kita yang sudah jauh di depan.” Seorang guru harus selalu memberikan encouragement dalam proses belajar peserta didik agar mereka termotivasi untuk menjadi tahu dan bisa dalam belajar. Sehingga dengan adanya encouragement ini, secara tidak langsung dapat memberikan dampak positif dalam sistem pendidikan. Dalam hal ini, penulis ingin mengungkap bahwa pendidikan yang baik memang memerlukan kedinamisan kurikulum yang sesuai dengan tantangan masa depan dan pengemban kurikulum, yaitu guru, yang sanggup menginspirasi dan menstimulus para peserta didiknya untuk belajar bertanya, menemukan solusi dan memecahkan masalah selama proses belajarnya. Hal ini juga sejalan dengan proses pengembangan kemampuan berpikir tingkat tinggi pada siswa, yaitu (1) berpikir kritis, (2) berpikir kreatif, (3) memecahkan masalah, dan (4) membuat keputusan. Melvin Kornner menyatakan, “in order to be treated fairly and equally, children have to be treated differently.” Sehingga, personifikasi visual pada bagian awal tulisan ini semestinya tidak akan ada lagi di masa depan demi terwujudnya cita-cita bangsa Indonesia dalam hal mencerdaskan kehidupan bangsanya sendiri. (B.S. Wiratama)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silakan posting komentar Anda, insya Allah berguna...