Selasa, 24 April 2012

Pentingnya Pendidikan Wirausaha

Kecenderungan yang terjadi pada masyarakat, kebanyakan dari mereka lebih menginginkan pekerjaan yang mapan setelah menyelesaikan pendidikannya. Mereka tidak mau mengawali kehidupan setelah lulus dengan memulai suatu usaha. Kesuksesan seseorang mereka lihat dari ukuran seberapa makmur kehidupan orang tersebut, berapa besar gaji yang diperolehnya, apakah ia sudah memiliki mobil mewah atau rumah yang indah. Padahal, sukses tidaknya seorang wirausahawan bukan dilihat dari sudut pandang kemakmuran dan kesejahteraan seseorang. Namun lebih dinilai dari usaha apa yang telah diperbuat dalam pekerjaannya, baik itu dengan memulai suatu usaha sendiri atau lewat pekerjaan yang digelutinya.
Pendidikan kewirusahaan sekarang ini cenderung kepada bagaimana memulai suatu usaha dan mengelola usaha tersebut dengan baik. Wirausaha bukan berarti harus memiliki suatu usaha. Wirausahawan secara umum adalah orang-orang yang mampu menjawab tantangan-tantangan dan memanfaatkan peluang-peluang yang ada. Bekerja keras unutk menjawab tantanga-tatangan yang ada dan memanfaatkan peluang-peluang yang ada dengan sebaik-baiknya tanpa harus melanggar aturan dan etika yang ada.
Pendidikan kewirausahaan sangatlah penting bagi wirausaha, agar mereka tidak meraba-raba dalam melakukan bisnis mereka. Dengan adanya pendidikan maka mereka akan mempertimbangkan semua yang akan mereka lakukan dengan matang. Pendidikan akan membentuk para wirausahawan atau pebisnis yang handal dan tangguh. Siap menghadapi tantangan yang akan mereka hadapi. Besar kecilnya resiko akan mereka pertinmbangkan matang-matang, melakukan segala hal dengan petunjuk yang mereka ketahui tanpa adanya kebimbangan yang tidak pasti.

Kamis, 19 April 2012

Mendidik Anak agar Berjiwa Entrepreneur

KOMPAS.com — Tak mudah memiliki mental seorang entrepreneur. Memiliki jiwa entrepreneur, berarti mendorong adanya mental yang mandiri, kreatif, inovatif, bertanggung jawab, dan tak mudah menyerah, seperti layaknya seorang wirausaha ketika memulai usahanya dari bawah. Alangkah baiknya jika sifat-sifat ini ditanamkan pada anak sejak dini untuk membantu mereka sukses menjalani seluruh kehidupannya.

"Bagi saya, entepreneur itu bukan sekadar seseorang yang berwirausaha, tetapi lebih kepada sifat dan mental seseorang yang kreatif dan mandiri," ungkap psikolog Tika Bisono kepada Kompas Female saat acara Swoma (Sekar Womenpreneur Award) di Gedung Smesco, Jakarta Selatan, beberapa waktu lalu.
Orang dewasa saja belum tentu memiliki sifat entrepreneur karena berbagai alasan. Maka, tak ada salahnya mendidik anak-anak sejak kecil untuk menerapkan sifat-sifat tersebut dalam hidup sehari-hari. "Sebaiknya dilatih sejak anak usia TK karena dalam tahap ini otak mereka lebih cepat menyerap informasi dan meniru semua perbuatan orangtuanya karena rasa ingin tahunya yang besar," tukasnya.

Memiliki jiwa entrepreneur akan membuat anak tumbuh menjadi anak yang lebih mandiri dan tidak bergantung pada orang lain, mampu berpikir kreatif dan inovatif, serta lebih menghargai uang dan barang. Ada banyak cara yang bisa digunakan untuk mendidik anak agar punya jiwa entrepreneur ini, salah satunya adalah mengenalkan uang kepada anak sejak dini.

"Salah jika ada yang berpikiran untuk menunggu sampai anak besar baru dikenalkan pada uang. Justru kenalkan anak nilai dan nominal uang sejak kecil agar mereka bisa tahu bahwa untuk mendapatkan uang butuh perjuangan. Namun, yang harus diperhatikan adalah cara yang digunakan haruslah sesuai dengan usia si anak," beber Tika lagi.

Orangtua bisa memberi contoh kepada anak untuk menabung atau mengajak anak berbelanja dan mengenalkannya dengan harga-harga. Menurut Tika, ketika anak-anak sudah kenal uang dan perjuangan untuk mencari uang, mereka akan lebih berhati-hati ketika meminta sesuatu kepada orangtuanya.
Selain itu, biasakan juga untuk mengajarkan anak menabung uang sakunya sendiri. Hal ini bertujuan membiasakan anak hidup hemat. Sifat hidup hemat yang ditanamkan sejak kecil akan berdampak baik sampai ia dewasa.

Anda sebagai orangtua sebaiknya juga tidak terlalu memanjakan anak dengan selalu menuruti semua keinginannya. Didik anak untuk mandiri dan tidak terlalu sering merajuk. Boleh-boleh saja sesekali menuruti permintaannya, tetapi jangan terlalu mudah terbujuk rengekan atau tangisannya ketika meminta sebuah barang.

"Ajarkan ia untuk bersabar ketika meminta sesuatu, atau minta saja dia menabung uang jajannya sendiri untuk membeli mainan tersebut. Beri pengertian kepadanya bahwa untuk mendapatkan mainan butuh uang dan harus ditabung terlebih dulu. Karena, menurut penelitian, anak yang mampu meredam keinginannya dan bersabar ternyata lebih pintar daripada anak yang tidak biasa bersabar," pungkas Tika.
Mengajarkan anak untuk bersabar sekaligus akan melatih kemandirian dan tanggung jawabnya untuk mampu mengendalikan diri serta emosionalnya.

Senin, 09 April 2012

Lulusan SD Jadi Pengusaha, Sarjana Jadi Karyawan

TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah mencatat angka lulusan sarjana (S1) kalah telak dari lulusan sekolah dasar dalam hal memulai menjadi seorang pengusaha.
"Datanya diolah dari data yang kami dapat dari Kementerian Pendidikan," ujar Deputi Pengembangan Kewirausahaan Kementerian Koperasi, Taty Ariati, Sabtu, 7 April 2012.

Berdasarkan data itu minat lulusan sekolah menengah umum untuk menjadi pelaku usaha kecil dan menengah hanya 22,63 persen. Angka ini kalah dibanding minat dari lulusan SD dan sekolah menengah pertama yang mencapai 32,46 persen. Adapun lulusan perguruan tinggi hanya 6,14 persen.

Taty menyatakan data tersebut bisa menjadi catatan bahwa kurikulum pendidikan yang diajarkan di bangku sekolah saat ini cenderung tidak mendorong seseorang berminat menjadi seorang wirausahawan, tapi lebih tertarik bekerja kantoran.

Sekolah tidak lebih banyak mengajarkan keterampilan bagi peserta didik, sehingga cakap dalam persaingan usaha. Hal itu semakin kuat karena hingga kini budaya sebagian masyarakat Indonesia, sebagian besar orang tua, masih berharap anak-anaknya dapat menjadi karyawan sebuah perusahaan ketimbang membuka usaha sendiri.

"Kesannya ketika makin tinggi (tingkat pendidikannya), orang malas jadi pengusaha UKM karena di bayangannya mereka inginnya jadi karyawan," ujar dia.

Melihat fenomena itu lembaganya terus memberikan edukasi dan informasi bagi lulusan sekolah berbagai tingkatan untuk menjadi pengusaha, sehingga semakin banyak lapangan kerja baru. "Mereka (UKM) itu tidak bergantung pada peluang kerja yang diberikan pihak lain. Justru mereka membuat (peluang) sendiri," kata dia.
JAYADI SUPRIADIN